Manado,
sebuah Surga yang Penuh Tantangan
Posisi strategis di pintu gerbang Asia Pasifik
menjadikan Manado sebagai salah satu Kota yang memiliki daya tarik paling apik di
Kawasan Timur Indonesia. Dari sektor pariwisata, anugerah keindahan alam
membuat Manado memiliki sejuta destinasi wisata seperti Taman Laut Bunaken,
Pulau Siladen, Danau Tondano, Kawasan Boulevard, Pulau Lembeh, Bukti Kasih, Gunung
Tumpa, dan masih banyak lagi. Kuliner khas Minahasa menjadi menu santapan wajib
bagi turis yang singgah di Kota Manado, mulai dari Tinutuan, Cakalang Fufu,
Tindarung Bakar Rica, sampai dengan sajian kopi khas Manado. Penduduk asli Kota
Manado juga terkenal dengan keramahtamahannya. Menurut survey Kerukunan Umat
Beragama yang dibuat oleh Kementerian Agama (2015), Sulawesi Utara dikenal sebagai
daerah yang memiliki toleransi umat beragama tertinggi, setelah Nusa Tenggara
Timur, Bali, dan Maluku.
Sayangnya, potensi tersebut belum benar-benar
dimanfaatkan. Untuk urusan kemudahan mengakses bisnis dan fasilitas umum, rasanya
belum dapat dijumpai penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi layaknya di Kota
Jakarta. On-line shop asli Manado juga
masih sangat terbatas. Penyedia barang dan jasa yang memberikan layanan kartu
debit dan kartu kredit memang sudah banyak tersedia, namun lokasinya masih
terbatas di seputaran mall dan shopping center. Penggunaan uang
elektronik masih terbatas hanya di pintu masuk pusat perbelanjaan Kawasan Mega
Mas. Apalagi smart card, yang hingga
kini masih menjadi impian bagi masyakarat Manado.
Beralih ke keuangan daerah, pembayaran gaji
wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masih menggunakan Uang
Tunai. Benar, setiap bulannya mulai dari Ketua DPRD hingga ajudan mesti
menghadap Bendahara untuk mengambil nafkahnya. Untungnya hal tersebut tidak
dijumpai di ranah eksekutif. Pembayaran gaji para Aparatur Sipil Negara (ASN)
di Pemerintah Daerah telah menggunakan transfer ke rekening di Bank Pembangunan
Daerah (BPD), Bank SulutGo. Sayangnya, pembayaran fasilitas lainnya seperti uang
lembur dan perjalanan dinas, serta honorarium dari seorang pegawai honorer
masih menggunakan cara tradisional, Uang Tunai. Padahal, pembayaran gaji secara
tunai memiliki banyak efek negatif seperti keamanan, ketepatan jumlah, dan
memakan inefisiensi sumber daya. Belum lagi, skema pencairan dana di kas umum
daerah masih menggunakan cara kuno. Bendahara harus bersusah payah datang ke Kantor
Cabang Bank SulutGo sebagai pemegang rekening kas daerah, untuk menandatangani formulir
instruksi pencairan dana. Melihat fakta tersebut, rasanya Manado masih jauh
dari kata Smart City, kota yang
memanfaatkan sumber daya dan penggunaan data secara efisien untuk kesejahteraan
penduduknya.
Upaya Bank
Indonesia Wujudkan Manado sebagai Smart
City
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi
Sulawesi Utara melihat fenomena ini sebagai suatu tantangan tersendiri.
Pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai pada tahun 2014 di Jakarta, segera diikuti
oleh seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah, termasuk di Kota Manado.
Sebagai langkah awal, kalangan legislatif dan eksekutif daerah dijadikan
sasaran tembak. Sosialisasi menjadi suatu keharusan dan rapat koordinasi perlu segera
dilaksanakan. BI mengajak seluruh elemen baik dari institusi keuangan,
pemerintah daerah, maupun anggota dewan, untuk duduk bersama memetakan strategi
elektronifikasi (merubah pola pembayaran tunai menjadi non tunai) yang dapat
diterapkan Kota Manado. Saling silang pendapat di antara pemangku kepentingan menjadi
sebuah hal yang lumrah dan dapat dimaklumi, sepanjang masih dalam koridor
elektronifikasi.
Langkah tersebut membuahkan hasil. Pada hari
Selasa tanggal 23 Juni 2015, Bank Indonesia menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) elektronifikasi bersama dengan 3
(tiga) pihak sekaligus, yaitu DPRD Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Daerah
Sulawesi Utara, dan Pemerintah Daerah Kota Manado. Semuanya sepakat agar
elektronifikasi menjadi sebuah keharusan dan keniscayaan bagi pembangunan
Sulawesi Utara, khususnya Kota Manado.
Tantangan selanjutnya adalah
mengimplementasikan apa yang sudah disepakati. Hal ini tentu tidak mudah,
mengingat koordinasi yang cukup sulit. Ya, koordinasi. Sebuah kata yang mudah
namun sulit untuk diwujudkan. BI perlu memahami bisnis proses transaksi
keuangan di pemerintah daerah sebelum akhirnya menawarkan solusi jitu yang
implementatif. Setelah mempertimbangkan banyak hal, BI dan Pemda menyepakati
upaya elektronifikasi melalui pembayaran fasilitas non gaji bagi ASN dan pembayaran
gaji bagi pegawai honorer menjadi cita-cita yang disepakati bersama.
Pengembangan aplikasi berbasis on-line
juga menjadi ruang lingkup kesepakatan agar Bendahara tidak perlu repot mendatangi
Kantor Cabang Bank SulutGo untuk mencairkan dana di rekening kas umum daerah.
Well, implementasi elektronifikasi keuangan
daerah akhirnya terwujud dengan ditandatanganinya 2 (dua) jenis Perjanjian
Kerjasama pada 14 November 2015. Pertama, mengenai Pengembangan Aplikasi
Koneksi Transaksi antara Rekening Kas Umum Daerah dengan Sistem Informasi
Manajemen Daerah (SIMDA) atau yang disebut dengan KASDA On-Line. Kedua, mengenai elektronifikasi pembayaran fasilitas non
gaji kepada ASN dan honorarium bagi tenaga honorer. Dengan adanya payung hukum
ini, Bank SulutGo dapat memberikan layanan yang maksimal kepada Pemerintah
Daerah, terutama bagi transaksi keuangan di lingkup internal. Tidak hanya Kota
Manado, beberapa Kota / Kabupaten di Sulawesi Utara seperti Kota Kotamobagu,
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, bahkan daerah terpencil seperti Kabupaten
Kepulauan Sitaro juga langsung melakukan hal yang sama!
0 komentar: