Ledakan
populasi manusia menjadi sumber utama permasalahan di berbagai kota besar,
sepeti kemacetan, kebersihan, infrastruktur, migrasi, pendataan penduduk, dan sebagainya.
Wajar saja, sebagai sumber ekonomi utama di suatu Negara, kota memiliki daya
tarik sendiri bagi masyarakat. Peluang kerja maupun bisnis di daerah perkotaan
menjadi madu bagi penduduk desa. Di Indonesia, kerap kali kita membaca berita
dari media cetak maupun elektronik bahwa pasca Idul Fitri, penduduk Kota
kembali bertambah. Ingin terhindar dari risiko pengangguran yang berkorelasi
positif dengan kriminalitas, seorang Walikota di suatu daerah bahkan
mencanangkan ingin memperketat sistem pendataan penduduknya dan berniat
memulangkan pendatang ke daerah asalnya apabila orang tersebut tidak memiliki pekerjaan
yang tetap di daerahnya. Tentu saja terlepas dari pertanyaan apakah sistem
pendataan penduduknya sudah memadai?
Di
sisi lain, sejalan dengan teorinya, perkembangan teknologi akan terus berpacu
dengan cepat mendukung setiap kebutuhan manusia. Handphone yang sejak mula dianggap barang tersier kini beralih
fungsi menjadi barang sekunder, bahkan barang primer bagi beberapa kelompok
masyarakat menengah ke atas. Nah, dalam perkembangannya Smart City kemudian dianggap menjadi sebuah solusi mengatasi
permasalahan masyarakat di sebuah Kota. Konsep Smart City yang mengedepankan pengelolaan sumber daya dengan
menggunakan big data yang
terintegrasi mulai dari transportasi, layanan pemerintah, bantuan pemerintah,
pajak dan retribusi, payment point,
dan energi, menjanjikan suatu keniscayaan kehidupan Kota yang lebih baik, efisien,
jauh dari kesan kumuh, dan tentunya meningkatkan kesejahteraan penduduknya.
Untuk mewujudkan sebuah Smart City, sejatinya mutlak dibutuhkan sebuah Smart Money atau Uang cerdas. Bagaimana bentuk Uang cerdas tersebut? Simak cerita di bawah ini :
Cerita si Nodi
Nodi
adalah seorang karyawan swasta yang hidup sendiri di sebuah apartemen di sebuah
Kota di Indonesia. Setelah bangun pagi, seperti biasanya Nodi memulai
aktivitasnya dengan sarapan. Karena tidak pandai memasak, Nodi kemudian
mengeluarkan handphone-nya untuk
memesan sarapan melalui aplikasi yang menyediakan layanan antar menu sajian
buatan hotel, restoran, layanan cepat saji, warung kecil, bahkan pedagang kaki
lima! Aplikasi tersebut telah terintegrasi dengan Uang cerdas yang Nodi miliki
sehingga Nodi tidak mengeluarkan Uang tunai untuk membayar sarapannya. Cukup
dengan mengisi data di aplikasi handphone-nya,
Nodi telah merampungkan transaksinya. Segera setelah transaksi, dering handphone Nodi berbunyi menandakan
adanya e-mail masuk yang berisi bukti
transaksi pembayaran makanan.
Setelah
sarapan dan mandi pagi, Nodi kemudian berangkat ke kantor dengan menggunakan
bus. Setibanya Nodi di halte, seorang petugas menjulurkan tangan ke arah Nodi
seraya meminta Nodi untuk menunjukkan Uang cerdasnya. Nodi segera mengeluarkan
Uang cerdas dari dompet di saku belakangnya. Sejurus kemudian, Nodi menempelkan
Uang cerdasnya ke sebuah alat pembaca kartu (card reader) dan seketika itu juga, alat tersebut mengeluarkan
selembar bukti transaksi pembayaran yang telah Nodi lakukan. Tidak sampai 5
menit, roda bus yang ditumpanginya berputar dan mengantarkan Nodi ke kantornya.
Sesampainya
di kantor, Nodi segera tercebur ke dalam aktivitas pekerjaan. Mulai dari
membuat laporan untuk meeting minggu
depan, memperbaiki draft rencana
penjualan yang dilaporkan ke atasannya kemarin, hingga melayani customer melalui telepon. Di tengah
padatnya aktivitas, telepon kantor di meja Nodi berdering. Di seberang sana,
terdengar suara atasannya, memintanya melakukan perjalanan dinas untuk menemui
seorang prime customer perusahaan di
Singapura sore hari ini. Dengan cepat Nodi mengiyakan permintaan atasannya dan
segera membuka laman penyedia jasa transportasi di notebook-nya. Nodi langsung memesan tiket pesawat terbang dengan
tujuan Singapura dan memasukkan data Uang cerdasnya untuk pembayaran. Sedetik
kemudian, pop-up notifikasi di notebook-nya muncul menandakan e-mail masuk yang berisi bukti transaksi
pembayaran tiket pesawat yang baru saja dirampungkannya.
Satu Uang Cerdas Untuk
Semua : Tantangan Bagi Sebuah Bank Sentral
Cerita
si Nodi menggambarkan bagaimana mudahnya melakukan berbagai transaksi
sehari-hari mulai dari membeli makan, naik bus, hingga membayar tiket pesawat
ke luar negeri. Kemudahan tersebut semakin ditambah dengan satu Uang cerdas
untuk semua transaksi yang Nodi lakukan. Nodi tidak perlu membawa banyak kartu
di dompetnya, apalagi membawa Uang tunai. Mudah dan praktis!
Sejak
lama, penggunaan suatu Uang cerdas untuk semua transaksi bahkan menjadi dambaan
berbagai Negara di dunia. Dimulai dari dua orang cerdas asal Jerman bernama
Helmut Grottrup dan Jurgen Dethloff yang menemukan sebuah automated chip card di tahun 1968, yang kemudian dikembangkan oleh
perbankan, provider telepon, dan
belakangan hingga ke berbagai layanan publik seperti rumah sakit dan angkutan
umum. Dalam perkembangannya, Bank Sentral yang bertugas mengendalikan kebijakan
moneter di suatu Negara dihadapkan pada sebuah tantangan layaknya dua sisi
koin. Al-Laham et al. (2009)
mengungkapkan dalam sebuah penelitiannya bahwa penggunaan uang elektronik akan
mempersempit kontrol Bank Sentral dalam mengendalikan Uang beredar, yang pada
akhirnya akan membatasi upaya pengendalian harga barang dan jasa di masyarakat.
Apabila harga susah dikendalikan, maka kesejahteraan masyarakat yang menjadi
taruhannya. Di sisi lain, penggunaan uang elektronik akan mempercepat sirkulasi
Uang di masyarakat dan memberikan kemudahan transaksi. Biaya cetak Uang Kartal semakin
menurun dan Uang Kartal yang beredar akan semakin efisien.
Tantangan
tersebut tentunya juga dialami oleh Bank Indonesia. Banyaknya manfaat yang
diberikan oleh sebuah Smart Money
melatarbelakangi Bank Indonesia untuk terus mendukung penggunaan dan
pengembangan Smart Money. Mulai dari
pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai di tahun 2014, Bank Indonesia terus
melakukan berbagai upaya implementatif seperti elektronifikasi (upaya mengubah
pembayaran dari tunai menjadi non tunai) baik di tingkat pusat maupun daerah,
Layanan Keuangan Digital (akses keuangan dan sistem pembayaran dengan
menggunakan teknologi), hingga membantu pengembangan model bisnis Smart City di Jakarta yang diwujudkan
dengan peluncuran kartu JakartaOne, elektronifikasi KRL Jabodetabek, bus
TransJakarta, dan layanan perparkiran, hingga pengembangan e-Toll.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga berupaya agar risiko penggunaan Smart Money dapat dimitigasi. Pengawasan
terhadap penerbit, acquirer (pihak
yang menerima dan memproses transaksi), dan merchant
(penyedia barang dan jasa) yang berkaitan dengan Smart Money diperkuat. Rasa aman di masyarakat terjaga dengan
dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai Perlindungan Konsumen di
Bidang Sistem Pembayaran. Di level teknis, Bank Indonesia juga mewajibkan penggunaan
Personal Identification Number (PIN)
6 digit dan migrasi fitur pengaman di
kartu dari magnetic stripe ke chip untuk menjaga keamanan dan
kenyamanan. Ya, mendorong dan mengawal (bukan menghambat) menjadi stance Bank Indonesia menghadapi
tantangan ini. Dengan begitu, rasanya kita semua sepakat bahwa nantinya seluruh
penduduk Indonesia bisa mendapatkan kemudahan seperti yang Nodi dapatkan. Smart Central Bank for Smart Nation!
0 komentar: