Asal Muasal Smart City
Sebenarnya
apa sih Smart City itu?
Menurut
penelitian Mark Vallianatos, asal muasal “Smart
City” bermula dari fenomena penggunaan big
data oleh komunitas Biro Analysis di Los Angeles, Amerika Serikat pada
medio 1960-1970an. Data tersebut diolah dengan menggunakan komputer dan
analisis statistik untuk menyajikan sebuah laporan yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan pemerintah. Laporan yang disusun menyajikan berbagai informasi
penting seperti kondisi demografi, indeks kualitas properti, kemiskinan,
sumber-sumber energi, dan sebagainya. Informasi ini menjadikan Amerika Serikat
berkembang sebagai Negara adidaya.
Lyndon
B. Johnson, Presiden Amerika Serikat pada periode tersebut, mengembangkan
fenomena penggunaan big data untuk membentuk
kehidupan sosial yang kuat dan tangguh, yang kemudian lebih poluler dengan
istilah “The Great Society”. Sekitar 40
tahun kemudian, perusahaan IT ternama di dunia yang juga berasal dari Amerika
Serikat, IBM, mencetuskan konsep “Smart
City”, sebuah upaya optimalisasi penggunaan teknologi informasi di suatu
daerah perkotaan untuk mendukung kualitas kehidupan.
“Optimizing
information technology to improve quality of life”
Smart City Ala Mpu Nala
Lalu
bagaimana dengan Indonesia?
Saya
tertarik untuk mengulas sejarah Indonesia Kuno melalui cerita kerajaan
Majapahit. Dikisahkan bahwa Majapahit merupakan sebuah kerajaan yang berpusat
di Jawa Timur dan berkuasa pada periode 1293-1500. Kehidupan perekonomian
masyarakat pada zaman itu bertumpu pada sektor perikanan dan pertanian
tradisional. Jika ada istilah “Nenek
Moyangku Seorang Pelaut”, maka Majapahit-lah yang mempopulerkan istilah
tersebut. Konsep kemaritiman bukan hanya menjadi sumber ekonomi utama
masyarakat, namun juga dijadikan sistem pertahanan utama. Konon, sebelum Gajah
Mada menyatukan Nusantara, ada seseorang di balik layar yang gigih menaklukkan
pulau demi pulau yang tersebar di Lautan Nusantara. Kegigihannya menjadikan angkatan
laut kerajaan Majapahit yang terdiri dari 40.000 prajurit mampu disegani oleh
berbagai kerajaan besar di Asia Tenggara. Siapa dia? Dialah pemimpin karismatik
bernama Laksamana Senopati Sarwajala Mpu Nala.
Lalu,
bagaimana seorang Senopati Sarwajala Mpu Nala mampu memimpin armada angkatan
laut yang begitu besar dan menaklukkan luasnya lautan Nusantara?
Senopati
Sarwajala Mpu Nala, atau yang lebih dikenal dengan Mpu Nala, merupakan
keturunan seorang pelaut. Sejak kecil, Mpu Nala telah mengikuti Ayahnya mencari
ikan laut. Dari sana, tumbuhlah pengalaman dan kecerdasan Mpu Nala dalam
membaca berbagai kondisi di laut. Tantangan dan hambatan dalam melaut mampu
dipelajari dengan baik olehnya. Rasi bintang dan arah matahari menjadi
panduannya dalam menentukan arah. Ganasnya lautan Nusantara membuat Mpu Nala
tumbuh menjadi pribadi yang sangat tangguh dan pandai menciptakan strategi
perang di lautan. Pada zaman itu, tidak ada seorangpun yang dapat menandingi
keahlian Mpu Nala dalam mengatur strategi perang di lautan. Sumpah Palapa yang
dikumandangkan Gajah Mada, mampu segera diwujudkan berkat kecerdasannya
membangun poros Maritim.
Di
balik kecerdasan dan keganasannya di lautan, Mpu Nala dikenal sebagai pribadi
yang ramah kepada siapa saja. Pengetahuannya tentang lautan tidak hanya
dipendam seorang diri, namun selalu dibagikan kepada anak buahnya di waktu
senggangnya. Informasi yang diperolehnya selama di lautan selalu dijadikan
topik bahasan dan alat analisis yang berguna dalam penciptaan teknologi baru di
kemudian hari. Strategi ini yang kemudian banyak dimanfaatkan oleh nelayan
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sampai pada akhirnya, rakyat Majapahit
yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, mampu berdikari dan sejahtera. Singkat
cerita, pemanfaatan informasi dan teknologi yang diperoleh dari pengalaman Mpu
Nala pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas dari sebuah kehidupan di daerah
kekuasaan Majapahit.
“Optimizing
information technology to improve quality of life”
Ya,
konsep dasar “Smart City” yang
memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas kehidupan ternyata
sudah ada di Indonesia sejak zaman dahulu kala. Paradigma tersebut sebenarnya
sudah tertanam sejak dahulu, bahkan dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Sebagai
contoh, kita dilarang untuk menjahit di malam hari. Mengapa? Gelapnya malam
akan meningkatkan risiko tertusuknya jari tangan saat menjahit dengan jarum.
Lesson
Learned : Peran Bank Indonesia
Informasi
dan teknologi berkembang dengan pesat saat ini. Di Kota Besar di Indonesia
seperti Jakarta, Surabaya, Denpasar, dan sebagainya, dengan mudah kita bisa
membeli dasi baru, sepatu baru, baju baru, televisi, ataupun handphone melalui
berbagai nama on-line shop.
Pembayarannya pun mudah, cukup dengan mengisi data kartu kredit, bukti
transaksi dapat kita peroleh. Satu atau dua hari setelah transaksi, barang pun
akan sampai di alamat tujuan yang kita tuliskan. Di sisi lain, kebutuhan
transportasi dapat terlayani dengan baik melalui berbagai aplikasi penyedia
moda transportasi. Cukup klik, maka dalam waktu yang singkat, driver pun sudah tiba di tempat untuk
mengantarkan ke lokasi tujuan. Belakangan, salah satu aplikasi juga
mengembangkan layanannya hingga ke jasa antar makanan, antar barang, pijat, bahkan
jasa tenaga kerja di rumah! Sayangnya, kemewahan tersebut saat ini hanya dapat
kita temukan di Kota-Kota besar. Di Kota-Kota kecil, terutama di kawasan Timur
Indonesia masih jauh tertinggal, namun bukan berarti mustahil.
Bank
Indonesia memegang peranan penting sebagai regulator di bidang sistem
pembayaran dalam upaya mendukung pembentukan Smart City demi terwujudnya sebuah Smart Nation. Dalam penelitiannya, Chourabi, et al (2012) mengatakan bahwa awal mula Smart City berasal dari Smart
Initiatives. Nah, Bank Indonesia sendiri di tahun 2014 telah mencanangkan
Gerakan Nasional Non Tunai. Semangat tersebut kemudian dilanjutkan dengan
diangkatnya isu Smart City di tahun
2016 kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dukungan penggunaan uang
elektronik dan Smart Card di berbagai
payment point seperti layanan parkir,
angkutan umum, sarana dan prasarana umum, kampus, dan gerbang tol, merupakan
sebuah kemajuan positif yang perlu terus dikembangkan. Perjuangan mewujudkan Smart City dijalankan secara sinergis
dengan Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, melalui berbagai program
elektronifikasi di lingkungan Pemerintah Daerah.
Bicara tentang pengembangan, cita-cita yang kita dambakan bersama adalah
penggunaan one card for all.
Bayangkan jika kita memiliki “kartu sakti” buatan Indonesia yang dapat
digunakan di seluruh Indonesia. Naik bus, bayar tol, bayar tagihan kartu
kredit, debit di restoran cepat saji, beli cemilan di warung, beli tiket
pesawat. Apapun! You named it! Apalagi
jika proses settlement juga dilakukan
di negeri sendiri, yang akan mencegah dana keluar ke luar negeri dan
meningkatkan kualitas neraca perdagangan domestik dan transaksi berjalan. Ya, National Payment Gateway (NPG) yang
tengah digagas semoga segera terwujud. Peranan utama di bidang sistem
pembayaran membuat Bank Indonesia bukan tidak mungkin menjadi Mpu Nala-nya
Majah Pahit untuk menyatukan Nusantara melalui NPG! Smart Central Bank for Smart Nation!
Nice bung,love it,miss u
ReplyDelete