Jumat, 16 Februari 2001. Gegap gempita rakyat bergemuruh di sepanjang
jalan raya, ketika iring-iringan yang membawa Suryadi Sudirdja dan Tursandi
Alwi dari Bandara Jalaludin ke panggung utama di pusat kota melintas di hadapan
mereka. Campur aduk. Pekerja, pelajar, mahasiswa, santri, guru, aktivis, dan tokoh
masyarakat, seluruhnya menyambut gembira lahirnya Provinsi ke-32 di negara ini,
Gorontalo. Kaum tua pun teringat akan gelora yang sama ketika 59 tahun lalu H.
Nani Wartabone, sang pahlawan, mendeklarasikan kemerdekaan Gorontalo dari belenggu
Belanda.
Semangat Persatuan dan
Kesetiaan di Gorontalo
Rasa persatuan dan kesetiaan memang telah
menjadi bagian dari keseharian masyarakat Gorontalo. Jauh sebelum sang pahlawan
mendeklarasikan kemerderkaannya, kerajaan-kerajaan di daerah Gorontalo telah bersumpah
untuk menjadi keluarga dalam suatu ikatan suci bernama ‘Pohala’a’ yang dipegang teguh di setiap jengkal tanah, mulai dari
Gorontalo, Limboto, Suwawa, Boalemo, dan Atinggola. Nama Gorontalo sendiri
berasal dari lidah si penjajah yang sulit menyebutkan lafal ‘Hulontalangio’, nama kerajaan terbesar
pada waktu itu. Bahkan ketika sudah merebut kemerdekaan dari tangan penjajah,
Gorontalo tetap memilih berada pangkuan Ibu Pertiwi. Semangat persatuan dan
kesetiaan itu pula-lah yang mengantarkan rakyat Gorontalo mengucapkan ‘sayonara’ kepada Sulawesi Utara.
Diapit oleh Laut Sulawesi dan Teluk Tomini,
Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan di kawasan timur Nusantara
pada waktu itu. Nafas Islam mewarnai setiap denyut kehidupan dan aturan ketatanegaraan.
Adat dan agama menyatu dengan erat melalui semboyan ”adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan Kitabullah”. Perdagangan
menjadi warna utama perekonomian. Gorontalo juga dikenal sebagai tempat singgah
bagi para saudagar dan pedagang dari Sulawesi Tenggara sebelum melanjutkan
perjalanan ke Sulawesi Utara. Perkembangan ekonomi dan sosial selanjutnya menarik
minat kaum pendatang untuk memilih Gorontalo sebagai tempat mencari nafkahnya,
salah satunya adalah Lina Usman yang berjualan Nasi Kuning sejak tahun 1953.
Nasi Kuning Hola
Bagi Lina, nasi kuning bukan hanya menjadi
sumber penghidupan utama, namun juga sebagai seni meracik kuliner. Dari
tangannya yang terampil, tercipta nasi kuning yang tidak akan Anda temui di
manapun, Nasi Kuning Hola. Yang membedakan Nasi Kuning Hola dengan nasi kuning
biasa adalah kuah kaldu gurih berisi bihun, telur rebus, dan taburan bawang
goreng yang disajikan sebagai teman santap nasi kuning! Penasaran?
Jika Anda berkesempatan ke Gorontalo, mampirlah
ke pusat kota, tepatnya di Jalan Sutoyo Nomor 31, Kelurahan Biawao, Kecamatan
Kota Selatan. Anda akan menemukan bangunan tua berwarna putih bersih bergaya
kolosal warisan zaman penjajahan Belanda, lengkap dengan tiga pintu besar bersekat-sekat
yang dikelir dengan warna kuning dan hijau terang. Tidak mungkin keliru, karena
lokasinya sangat mudah ditemukan. Bagi Anda pengguna smartphone, cukup ketik ‘Nasi Kuning Hola’ pada aplikasi Google
Maps. Persis di depan gerbang masuk seukuran minibus, Anda akan menemukan papan
nama bertuliskan :
RM. SABAR
MENANTI
Nasi
Kuning HOLA (Telah Berdiri Sejak Tahun 1953)
Jl. Sutoyo
No.31, Telp (0435) 821206, Gorontalo
Nasi Kuning Hola buatan Lina sudah terkenal
sejak dahulu karena keunikan dan kelezatannya. Nama ‘Hola’ sendiri bukan berasal
dari ide dan kreativitas Lina. Sebelum menempati lokasi yang sekarang, Lina menjual
nasi kuningnya tepat di depan Toko Kue dan Roti bernama ‘Toko Hola’ yang dikelola
oleh Pamannya. Dari sana, pelanggan setianya kerap menyebut menu Nasi Kuning buatan
Lina dengan istilah ‘Nasi Kuning Hola’.
Seakan menantang teori siklus bisnis, Nasi
Kuning Hola masih digemari hingga saat ini. Resepnya tidak pernah diganti,
meskipun sekarang sudah dikelola oleh anak dan cucunya, Liliyana Usman dan Levi
Usman. Selain kuah kaldu segar dan menggairahkan yang menjadi ciri khasnya,
nasi kuning hola juga ditaburi dengan suwir telur dan abon ikan tuna. Khusus
untuk ikan tuna, Liliyana dan Levi sangat menjaga kualitasnya dengan memilih sendiri
ikan tuna di pasar ikan setempat.
0 komentar: