Jika
ditanya siapakah sosok paling inspiratif di Indonesia yang patut dicontoh dalam
meraih kesuksesan? Tanpa ragu saya pasti menjawab : Tung Desem Waringin.
Derita menakdirkan saya mengenal sosoknya. Ketika
itu saya hampir putus asa. Sama seperti kebanyakan orang, penderitaan yang saya
alami disebabkan karena salah mengelola harta.
Mungkin ini juga terjadi pada diri kalian,
khususnya yang berprofesi sebagai karyawan. Belum lama gajian, kok sudah habis tidak karuan. Alih-alih menebalkan tabungan,
malah mencari pinjaman kepada teman jelang akhir bulan. Niat punya kendaraan
jadi tertunda, karena terpaksa mengencangkan ikat pinggang demi sesuap makan.
Terhitung sudah tujuh tahun saya bekerja. Selama
itu pula, saya hidup mandiri. Namun ketika melihat kembali, ternyata saya belum
menghasilkan apa-apa. Jangankan rumah, kendaraan saja belum punya.
Ah,
saya kan sudah menikah, setidaknya saya mampu menghidupi anak orang,
batin saya mencari pembenaran.
Tapi, justru itulah persoalannya. Setiap suami
pasti ingin membahagiakan istrinya. Saya pun demikian.
Istri saya tidak bekerja. Sebagai satu-satunya tulang
punggung keluarga, saya ingin menghadirkan ‘istana’ untuknya. Ingin menyediakan
‘kereta kuda’ yang terbaik untuk transportasi bagi dirinya dan anak-anak kami
kelak. Ingin pula mewujudkan cita-citanya melanjutkan studi hingga pasca
sarjana.
Jika
saat ini Tuhan memanggil saya, apa jadinya dia nanti? Batin saya berkecamuk.
Beruntung
Ada Pak Tung
Pertanyaan itu terus menghantui benak saya. Hingga
suatu ketika, saat sedang asyik bermain YouTube, tidak sengaja saya melihat
sebuah video. Judulnya sangat menarik untuk di-klik, ‘Bagaimana Mempunyai Peternakan Uang?’
Hah,
peternakan uang? Memang ada ya, peternakan uang? Jangan-jangan
hanya click-bait semata? Kalau memang
ada, bagaimana cara membuat peternakan uang? Berjuta pertanyaan seketika
timbul di otak saya.
Diliputi rasa penasaran, akhirnya saya menonton
videonya. Ternyata video tersebut adalah sebuah video motivasi. Dibawakan oleh
seorang pria yang gemar tersenyum dan penuh semangat.
Kelopak matanya yang sipit tertutup oleh kacamata. Keningnya
terlihat lebar, karena rambutnya yang tersisir rapi dibelah pinggir. Memakai
jas, kemeja putih, lengkap dengan dasi panjang khas seorang motivator.
“Tung
Desem Waringin. Pelatih sukses nomor satu di Indonesia versi majalah Marketing.
Pembicara terbaik di Indonesia versi majalah Marketing. The most powerful
people and ideas in business in Indonesia versi majalah Swa,” ujar seorang narator memperkenalkan sang motivator
dengan latar belakang musik yang memompa tenaga.
Ah,
standar seorang motivator. Di mana-mana motivator pasti memamerkan prestasi. Saya masih menyangkal.
Tidak disangka, apa yang saya tonton satu jam
kemudian benar-benar mengubah pola pikir saya.
“Sebelum saya memulai, saya punya pertanyaan untuk
anda. Pilih mana miskin tapi bahagia, atau kaya tapi sengsara?” tanya Tung
kepada audiensnya seraya membuka acara. Dari logatnya, saya bisa menebak ia
berasal dari Jawa Timur.
Penonton hanya terdiam.
“Oke, saya ulangi. Pilih mana uang seratus ribu
atau lima ribu?” tanya Tung kembali.
“Seratus ribu!” jawab hampir seluruh penonton di
ruangan. Sisanya masih terdiam keheranan.
“Yang jawab seratus ribu, masih salah!” sanggah
Tung. Raut wajah penonton semakin bingung.
“Kebanyakan orang memiliki pola pikir yang salah. Lho, kok salah? Ingat, ada satu
perbedaan mendasar antara orang kaya dengan orang miskin,” lanjut Tung. “Orang
kaya suka memakai kata ‘dan’,
sedangkan orang miskin sering menggunakan kata ‘atau’,” ujar Tung mencoba menyadarkan penontonnya.
“Baik, saya ulangi lagi. Pilih mana uang seratus
ribu atau lima ribu?” pancing Tung kembali. “Benar, anda dapat memilih keduanya. Kalau semuanya menguntungkan,
anda dapat memilih uang seratus ribu dan
lima ribu.”
“Terakhir, saya ulangi lagi. Pilih mana, miskin
tapi bahagia, atau kaya tapi sengsara?” Tung mengulang pertanyaan pertama.
“Saya pilih kaya dan bahagia,” jawab salah seorang penonton. Kini raut wajah sebagian
besar penonton semakin berseri layaknya baru mendapat rejeki.
“Benar sekali! Anda dapat memilh kaya dan bahagia.” ujar Tung sambil tersenyum
sumringah.
Mata saya terbelalak, telinga saya menjadi tajam. Benar
juga. Saya baru menyadari ternyata kunci kesuksesan bermula dari pola pikir. Terkadang
kita tidak berani berbuat sesuatu hanya karena dibatasi oleh pikiran sendiri. Tanpa
pola pikir yang benar, kita akan kesulitan untuk meraih impian.
Kita sering berpikir, biarlah miskin yang penting bahagia. Atau, tidak usah mencari penghasilan tambahan karena kita sudah jadi karyawan.
Ini yang salah.
Siapa yang tidak ingin menjadi kaya dan bahagia? Siapa yang tidak ingin
menjadi karyawan dan memiliki usaha
yang menghasilkan keuntungan? Jika bisa mendapatkan kedua-duanya, kenapa tidak?
Kembali ke peternakan uang, Tung kemudian
menjelaskan cara membuat peternakan uang. Sejatinya hanya ada satu syarat utama
yang wajib dilakukan, yaitu menunda kesenangan.
Kebanyakan orang mengeluarkan uang untuk life style (gaya hidup seperti orang
kaya), ketimbang wealth style (gaya hidup
orang yang benar-benar kaya). Misalnya, seorang karyawan ketika baru diterima
kerja, ia membeli motor. Setelah promosi, ia mengganti motornya untuk mencicil
mobil. Kemudian ketika sudah menjadi direktur—karena gengsi—ia mengganti
mobilnya dengan yang lebih mewah. Begitu seterusnya.
Tentu sah-sah saja memiliki mobil mewah. Tapi
kebanyakan caranya salah. Ingat, semakin banyak punya mobil mewah, biaya yang
akan dikeluarkan akan semakin banyak pula. Cicilan bulanannya, biaya bahan
bakarnya, biaya perawatannya, pajaknya, dan lain sebagainya.
Orang yang benar-benar kaya—bukan terlihat kaya—akan
mengalokasikan sumber pendapatannya (active
income) terlebih dahulu kepada pos-pos yang akan menghasilkan pendapatan
kembali secara pasif (passive income).
Sebagai contoh, seorang yang mengutamakan wealth style, akan menabung sedikit demi
sedikit untuk membeli rumah terlebih dahulu. Kemudian rumah tersebut ia
sewakan, sehingga setiap bulannya ia memperoleh passive income. Nah, passive income inilah yang kemudian
digunakan untuk membiayai life style,
bukan active income. Inilah yang menurut
Tung disebut menunda kesenangan demi memperoleh kesenangan yang lebih besar.
Sontak saya tersadar. Benar kata Pak Tung. Boleh
dibilang selama ini saya hanya menuruti life
style. Jangankan niat memiliki passive
income, tabungan saja rasanya selalu pas-pasan. Lebih besar pasak ketimbang
tiang. Harusnya saya menabung dahulu—menunda kesenangan—untuk membangun passive income. Bukannya malah senang-senang.
Akhirnya, saya menerapkan apa yang diajarkan Pak Tung
dalam hidup saya. Pelan-pelan saya mulai menata kembali gaya hidup dan keuangan
saya. Dan sekarang, alhamdulillah, saya
berhasil mewujudkan salah satu impian istri saya untuk melanjutkan studi pasca
sarjana.
Dari
Derita Menjadi Gelimang Harta
Tung sama seperti kebanyakan orang. Tidak
dilahirkan dari keluarga kaya, melainkan keluarga sederhana. Sejak kecil ia
kerap mengalami kesulitan. Terutama saat bisnis ayahnya bangkrut. Sejak itu,
Tung belajar bagaimana cara bekerja keras untuk mengubah hidup.
Kehidupan yang keras membuat Tung akhirnya menjadi
pribadi ulet dan tangguh. Ada satu prinsip dalam hidup pria kelahiran 22
Desember 1968 ini yang patut kita tiru. Menurut Tung, kunci sukses adalah
belajar mencontek.
Mencontek?
Bukannya itu tidak baik? Nanti dulu.
Menurut Tung, mencontek itu tidak selamanya buruk.
Jika tidak tahu caranya berbisnis, maka kita wajib mencontek pada orang yang
jago bisnis. Jika kita tidak tahu caranya menulis, kita wajib mencontek kepada
penulis. Meniru metodenya, kiat suksesnya, tata caranya, hingga akhirnya kita menjadi
bisa. Sederhananya, jika kita ingin menjadi ahli di bidang apapun, maka kita
wajib belajar pada ahlinya.
Prinsip tersebut membawa Tung menuju kesuksesan. Sewaktu
kuliah, Tung tidak segan-segan berkenalan dan menimba ilmu pada seniornya yang
berprestasi. Tung kemudian berhasil menjadi mahasiswa terbaik di angkatannya.
Bahkan prestasinya saat itu melebihi senior yang mengajarinya.
Prestasi Tung di bidang akademik menarik perhatian
sebuah bank milik swasta. Tung kemudian direkrut bank tersebut, dan tidak
membutuhkan waktu lama untuk menjadi pimpinan berkat prestasinya. Salah satunya
berhasil memperbaiki hasil audit 22 cabang pembantu dalam waktu empat bulan. Kinerja
cabangnya berubah, dari semula terburuk, menjadi yang terbaik di seluruh
Indonesia.
Di tengah kesuksesan, tiba-tiba derita kembali
datang menghadang. Ayahnya sakit keras dan harus menjalani perawatan di
Singapura. Saat itu Tung sangat sedih sekaligus kesal. Meski terbilang mapan,
Tung tidak sanggup membantu ayahnya. Biaya perawatan ayahnya selama sehari jauh
lebih besar dibandingkan dengan pendapatannya dalam sebulan. Hingga akhirnya
ayahnya dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa.
Rasa pedih pasca kepergian ayahnya membuat Tung
menjadi pribadi yang lebih tangguh. Tidak ingin hal tersebut terulang kembali
pada ibunya, dengan mantap ia meninggalkan pekerjaannya dan beralih menjadi
pengusaha.
Sebagaimana prinsip yang selalu dipegangnya, Tung
belajar menjadi pengusaha langsung kepada ahlinya, Anthony Robbins. Tung
sampai-sampai menjual hartanya demi membeli tiket seminar Anthony Robbins
seharga 10.000 dolar AS. Anthony Robbins dikenal sebagai pengusaha asal Amerika
Serikat, yang juga berprofesi sebagai investor, motivator handal, dan penulis
buku terkenal berjudul Unlimited Power.
Berkat ilmu yang didapat dan kegigihannya, Tung
saat ini layaknya seorang Anthony Robbins asal Indonesia. Ia menjelma menjadi seorang
investor, pengusaha sukses, motivator handal, dan pelatih CEO hebat di
Indonesia. Dalam waktu 10 tahun, ia telah memiliki 36 properti berupa rumah,
mal, apartemen, dan memiliki berbagai usaha, yaitu toko buku, kebun jati, dan portfolio
investasi saham.
Kiat suksesnya kemudian ia bagikan melalui seminar
dan buku. Hingga saat ini, sudah tiga buku yang ia tulis, yaitu Financial Revolution, Marketing Revolution, dan yang terbaru Life Revolution. Seluruhnya menyandang
predikat best seller.
Ia juga seorang yang sangat dermawan. Dalam
launching buku yang kedua, Marketing
Revolution, ia melakukan aksi ‘bagi-bagi uang’ dan tiket seminar senilai
Rp100 juta di Stadion Sepakbola Baladika Kesatrian Serang. Alasannya supaya
masyarakat bisa berilmu dan sejahtera.
Bahkan, sebagian besar hasil penjualan buku yang
ketiga, Life Revolution, rencananya
akan ia gunakan untuk membangun sekolah kewirausahaan guna membantu
mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Tung memiliki cita-cita mulia agar
seluruh rakyat Indonesia bisa merdeka dari kebodohan dan kemiskinan.
Akhir
kata, jika kembali ditanya siapakah pribadi paling inspiratif di Indonesia?
Tanpa ragu saya pasti menjawab sosok yang sama : Tung Desem Waringin.
***
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba menulis
ublik.id dengan tema ‘Inspirasi Untuk Indonesia’ dan berhasil masuk dalam
30 besar (peringkat ke-25).
0 komentar: