Tuhan menjaga pesonanya dengan cara yang unik, karena ia hanya bisa dikunjungi ketika laut sedang surut.
Aku
melompat gembira ketika perahu kecil yang kami tumpangi akhirnya merapat jua. Cerita
Pak Marno—sang nakhoda sekaligus pemandu wisata kami kali ini—akhirnya
terhenti. Selama mengarungi perairan teluk Lampung, ia sibuk bercerita mengenai
betapa indahnya pulau yang akan kami jumpai.
Dan itu membuat kami tambah penasaran.
Sebenarnya
tanpa mendengar cerita Pak Marno pun, kami sudah cukup penasaran. Beragam koleksi
foto yang viral di media sosial maupun ulasan dari para penulis wisata, telah
membangkitkan gairah melancong kami hingga ke ubun-ubun.
Dan ketika akhir pekan yang sempit telah tiba, kami
rela terbang pagi-pagi dari Jakarta.
Dermaga
kayu sederhana berderik-derik ketika aku berlari melintasinya siang itu. Melewati
deretan pondok terapung yang menjajakan mie instan, air mineral, dan kopi.
Tempat singgah para pejalan untuk mengisi kembali tenaga yang hilang selepas
menempuh perjalanan. Membawa kami semakin dekat menuju ujung dermaga.
Derai
tawa dan canda para pelancong yang mulanya terdengar sayup-sayup, kini berubah menjadi
semakin lantang. Dari kejauhan, aku bisa melihat raut bahagia keluarga kecil berkejar-kejaran
di atas pasir putih.
Sang
ibu sibuk memperingati anaknya yang sejak tadi merengek, meminta berenang di
bibir pantai. Ada pula sepasang kekasih yang sibuk berfoto-foto dengan pose
romantis, seakan dunia milik mereka berdua.
“Pap,
jangan buru-buru, nanti jatuh”, suara lembut Nadia, istriku, mencoba memelankan
lajuku. Ia memanggilku “Papi”, dan aku biasa menyapanya dengan panggilan
“Mami”.
Sambil
menunggu Nadia yang masih berusaha turun dari perahu, aku merogoh kamera dari
tas kecil berwarna cokelat yang setia melilit bahuku. Membuka menu pengaturan cahaya,
dan mengaturnya agar mampu memotret keindahan pulau dengan sempurna. Tak lupa,
topi andalan kukenakan untuk menghalau panas yang kini terasa semakin
menyengat.
Tepat
di bibir dermaga, hembusan angin laut mengobarkan kedua sang saka merah putih
yang terpasang kokoh. Layaknya burung garuda yang membentangkan sayapnya
lebar-lebar di angkasa. Mengapit papan berwarna putih bersih bertuliskan nama lokasi
yang dikelir dengan cat berwarna merah menyala:
PASIR TIMBUL | RINGGUNG PESAWARAN | LAMPUNG
Tak
ingin membuang banyak waktu, Nadia dengan sigap memotretku yang langsung bergaya
di bawah papan nama. Setelahnya, gantian aku yang mengambil gambarnya. Kami
memang biasa bergantian menjadi juru foto pribadi saat sedang berwisata.
Perpaduan
antara papan nama berwarna putih, kibaran sang saka merah putih, kesahajaan
dermaga kayu, dengan latar belakang lautan luas berwarna biru muda ini, memang sangat
cocok untuk diabadikan dan dipamerkan di media sosial.
Namun tentu saja, pesonanya tidak berhenti sampai
di sana.
Aku segera menuruni anak tangga kayu yang berjumlah enam biji. Menapaki pasir putih dengan tinggi air yang hanya semata kaki. Ada sensasi tersendiri ketika berjalan kaki di atas air menuju pusat pulau yang berukuran mungil.
Suara
khas decak air membasahi kaki, membuatku semakin semangat untuk berlari-lari. Menerjang
air hingga berhamburan ke segala arah. Seketika membawa imajinasiku kembali ke
masa kanak-kanak dahulu.
Jika
kalian datang kemari, diamlah sejenak ketika sampai di tengah-tengah pulau.
Rasakan sapuan ombak yang lembut membasahi kaki. Atau gelitik butiran pasir yang berebut
masuk ke sela-sela jari.
Nikmati
pula birunya laut sejauh mata memandang. Lupakan sejenak tumpukan pekerjaan di
kantor. Niscaya, jiwa dan raga akan kembali segar dan siap memulai segudang aktivitas
baru.
Berdiri sendiri, aku merasa seperti tenggelam dalam kebesaran Tuhan. Hanya ada diriku, pulau mungil, dan lautan luas yang seakan tak bertepi.
Pulau
Pasir Timbul memang layaknya sebuah titik yang muncul ke permukaan di antara luasnya
samudera. Uniknya, ia hanya muncul ketika air laut sedang surut.
Sebaliknya,
pada saat air laut pasang, ia akan tenggelam menjadi satu dengan Laut Jawa.
Oleh karenanya, ada waktu-waktu tertentu bagi kita untuk mengunjunginya.
Pak
Marno bercerita, pada umumnya Pulau Pasir Timbul hanya dapat dikunjungi saat
siang sampai dengan sore hari. Di luar waktu tersebut, biasanya air laut sedang
pasang. Sehingga para pelancong tidak akan bisa menikmati keindahannya pada
saat itu.
Namun ketika datang di saat yang tepat, percayalah,
kalian tidak akan pernah menyesal mengunjunginya.
Infrastruktur Tunjang Destinasi
Wisata Lampung
Sektor pariwisata memang menjadi prioritas Pemerintah Daerah Lampung.
Lampung
mulai berubah. Satu hingga dua dekade lalu, mungkin kita mengenal Lampung hanya
sebagai tempat singgah para pejalan dan pelaku bisnis dari Pulau Jawa ke
Sumatera, ataupun sebaliknya.
Kini,
Bumi Ruwa Jurai bukan saja terkenal
dengan Pelabuhan Bakauheni-nya, namun juga beragam destinasi wisata baru yang
semakin memikat hati para pejalan. Sebut saja Pulau Pahawang, Taman Nasional
Way Kambas, Teluk Kiluan dan tentunya Pulau Pasir Timbul.
Data
statistik nyatanya memang mengonfirmasi hal tersebut. Seperti dilansir
Republika (14/3), jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Lampung meningkat tajam, yakni sebesar 54,45% sepanjang tahun 2017. Dari semula 7,5 juta orang pada tahun 2016,
menjadi 11,64 juta orang pada tahun 2017.
Hal
tersebut tidak terlepas dari peran Pemerintah Provinsi Lampung. Masih dari
sumber yang sama, Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Hamartoni Ahadis
mengatakan bahwa sektor pariwisata memang menjadi salah satu prioritas
pembangunan daerah.
Ini
dibuktikan dari maraknya pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dari dan
menuju destinasi wisata dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk jalan dari
pusat kota menuju ke Pulau Pasir Timbul.
Sekali Jalan, Tiga Pantai Bisa
Dinikmati
Ada
yang menarik ketika kalian ingin berwisata ke Pulau Pasir Timbul. Pasalnya, kalian
tidak hanya akan menikmati pesona Pulau Pasir Timbul, namun juga akan melewati
dua destinasi wisata bahari lainnya, yakni Pantai Sari Ringgung dan Pulau Tegalmas.
Bagi
yang beragama Islam, kalian juga berkesempatan untuk berkunjung ke Masjid
Terapung Al-Aminah. Penasaran? Oke, mari kita ulas satu per satu.
Memulai Perjalanan dari Pantai Sari
Ringgung
Perjalanan
menuju Pulau Pasir Timbul, akan kalian mulai dari Pantai Sari Ringgung. Lokasinya
tepat berada di Jalan Way Ratai kilometer 14 Desa Sidodadi, Kecamatan Teluk
Pandan, Kabupaten Pesawaran.
Dari
pusat kota Bandar Lampung, perjalanan menuju Pantai Sari Ringgung dapat kalian tempuh
selama kurang lebih 1 jam dengan menggunakan mobil atau sepeda motor. Arahkan
kemudi ke Jalan Way Ratai yang akan membawa kalian menuju Kabupaten Pesawaran.
Ketika
memasuki Kabupaten Pesawaran, tingkatkan selalu kehati-hatian dalam berkendara.
Sebab, jalan yang kalian lalui lama-kelamaan akan semakin sempit. Apabila
membawa mobil, perhatikan selalu kaca spion kanan kalian, karena banyak
pengendara motor yang gemar menyalip.
Tidak
sulit menemukan Pantai Sari Ringgung. Baliho berukuran besar warna-warni yang
terpampang di sebelah kiri jalan akan menjadi tanda bagi kalian agar belok ke
kiri, untuk memasuki kawasan pantai. Bunyinya:
Welcome to PANTAI SARI RINGGUNG | Visit & Enjoy Your Day
Pantai
Sari Ringgung sendiri merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup
terkenal. Ketika akhir pekan telah tiba, banyak warga Lampung yang berkunjung
untuk menikmati keindahannya.
Biaya
masuknya pun cukup terjangkau. Untuk mobil, dikenai tarif sebesar Rp10 ribu.
Sedangkan motor, dikenakan tarif sebesar Rp4 ribu.
Di
sini, kalian dapat menikmati keindahan alam tepat dari bibir pantai dengan
menyewa gazebo berkelir hijau. Harga sewa per unitnya mencapai Rp50 ribu. Agar
semakin nikmat, jangan lupa pesanlah sebutir kelapa muda yang banyak dijajakan
di sini.
Pada
bagian ujung pantai, kalian akan menemui deretan perahu kecil yang pada umumnya
dicat dengan warna biru dan putih. Nah,
perahu inilah yang akan kalian gunakan untuk menyeberang ke Pulau Pasir Timbul.
Harga
sewa perahu memang sangat bervariatif. Tidak ada tarif papan, sehingga kalian
harus pandai menawar agar mendapat harga terbaik.
Supaya
puas, kala itu kami mengambil paket wisata sehari penuh. Dengan biaya Rp300
ribu, kami mendapat paket menyeberang ke Pulau Tegalmas, Pulau Pasir Timbul,
ditambah dengan snorkeling sepuasnya.
Selesai
tawar-menawar, saatnya melanjutkan perjalanan menuju Pulau Tegalmas dengan
menggunakan perahu.
Melewati Masjid Terapung
Sebelum
sampai di Pulau Tegalmas, ada satu keunikan lagi yang sayang untuk dilewatkan:
Masjid Terapung Al-Aminah. Jaraknya hanya sekitar 5 menit dengan menggunakan
perahu.
“Masjid
ini sebenarnya sudah lama dibangun, namun baru diresmikan oleh Pemda Lampung
sekitar 3 tahun yang lalu,” tutur Pak Marno menjelaskan kepada kami.
Ya,
masjid beratap hijau ini memang unik, karena merupakan satu-satunya masjid di
Lampung yang dibangun di atas perairan lepas pantai. Hal ini menjadi daya tarik
sendiri bagi wisatawan yang menyeberang ke Pulau Tegalmas ataupun Pulau Pasir
Timbul.
Oleh
karenanya, banyak umat muslim yang singgah sebentar untuk menunaikan ibadah
sholat di sana. Atau minimal sekadar memelankan laju perahu untuk mengabadikan
gambarnya melalui kamera.
Setelah
puas, kita akan melanjutkan perjalanan ke Pulau Tegalmas.
Mampir ke Pulau Tegalmas, Cikal Bakal
“Bali Baru-nya” Lampung
Perahu
yang kalian tumpangi akan merapat ke Pulau Tegalmas dalam kisaran waktu 20
menit. Ketika perahu telah bersandar di bibir pantai, kalian akan disambut
dengan papan nama berwarna putih, dengan tulisan berwarna-warni yang berbunyi:
Selamat Datang | Welcome | Tegalmas Island | Lampung
Pulau yang memiliki luas sekitar 980 ribu meter persegi ini digadang-gadang menjadi “Bali Baru” milik Lampung. Sebab, pembangunan—baik fasilitas penunjang maupun jalan—terus berjalan di pulau berpasir putih ini. Terutama pada bagian utaranya.
Berbeda
dari Pantai Sari Ringgung, di Pulau Tegalmas kalian bisa menemukan resort untuk menginap. Pada umumnya,
resort ini sering digunakan untuk acara family
gathering berbagai perusahaan di Indonesia, atau wisatawan mancanegara.
Ada dua jenis penginapan yang tersedia di pulai ini. Selain resort berbentuk bangunan dua tingkat, kalian juga bisa menginap di cottage berbentuk kerucut yang menarik untuk difoto. Harga per malamnya berada di kisaran Rp1 juta hingga Rp4 juta.
Berbagai
atraksi juga telah disediakan untuk memikat hati para pelancong, di antaranya banana boat, jet ski, snorkeling, dan diving.
Untuk
menjamin agar perut kalian tetap terisi, deretan food stall juga telah tersedia di sini. Kalian bisa menikmati
berbagai sajian, mulai dari mie instan, ikan bakar, hingga nasi padang.
Bagi
pejalan yang gemar berenang di lautan lepas, kalian juga bisa snorkeling di salah satu spot dekat pulau ini sebelum melanjutkan
perjalanan ke Pulau Pasir Timbul. Setelah puas, selanjutnya kita akan kembali
naik perahu menuju tujuan akhir: Pulau Pasir Timbul.
Dan Berakhir di Pulau Pasir Timbul
Pulau
Pasir Timbul hanya berjarak 5 hingga 10 menit dari Pulau Tegalmas. Pulau ini
sebenarnya sudah sejak dahulu dikenal oleh warga Lampung. Namun, kepopulerannya
baru meningkat tajam sejak setahun terakhir.
Generasi
millennial mengenalnya dengan istilah instagrammable.
Sedangkan Kementerian Pariwisata memopulerkannya dengan sebutan Destinasi Digital. Sejalan dengan
namanya, memang peran media sosial-lah yang membuat senandung pesona Pulau
Pasir Timbul seakan mulai bersemi kembali.
Memang
benar kata pepatah. Satu artikel mampu memantik imajinasi ribuan pembaca, sedangkan
sebuah foto dapat mewakili ribuan kata.
Akan
tetapi, pengalaman pribadi tetaplah yang paling hakiki. Karena ia akan terpatri
dalam memori, dan melekat erat di lubuk hati.
Jadi,
sudah siap berkunjung kemari?
***
Artikel
ini diikutsertakan dalam Anugerah Pewarta Wisata Indonesia 2018 yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata Republik Indonesia.
Sumber
Referensi:
No.
|
Jenis/Judul
|
Sumber
|
Tautan
|
1.
|
Foto dan Infografis
|
Pribadi
|
---
|
2.
|
Video Pulau Pasir Timbul
|
Kementerian Pariwisata RI via Youtube channel
Indo Zone Travel
|
https://www.youtube.com/watch?v=09k_zel0ezo
|
3.
|
Destinasi Wisata Lampung
Diserbu Wisatawan Nusantara
|
Republika
|
https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/03/13/p5jged382-destinasi-wisata-lampung-diserbu-wisatawan-nusantara
|
Aaah....pantainya kereeeen bangeet. Instgarammable bangeeet...Tulisannya kece badai.Good luck yaa..
ReplyDeleteAmin, terima kasih Mba. Sukses juga buat Mbanya. Salam hangat.
DeletePantainya bersih amat yaa. Jadi pengin nyebur. Huhuhu, keren banget. Cottage juga unik beud. Fix, masuk list liburan.
ReplyDeleteTulisannya juga makin keren.
Iya Mba Ety, pantainya bersih, pasirnya putih. Terima kasih Mba Ety sudah mampir. Salam hangat.
DeleteJuara ini mah, mantaaaabbbb bang keren tempatnya, ah bikin envy deh bang
ReplyDeleteAmin Ya Rabb. Terima kasih Bang sudah mampir. Semoga next time kita bisa liburan bareng, ya. Amin. Sukses terus, Bang.
DeletePutih sekali pasirnya, dan biru banget airnya, jernih pula. Ah keren banget dah Pualu Pasir Timbul ini. Di tempat saya rata ratanya warnanya gelap, mirip abu gosok di campur air ^_^
ReplyDeleteKapan-kapan aku main ke tempatmu ya, Mas. Pengen tau Kebumen dan Mas Amir langsung. Terima kasih sudah mampir, Mas. Sukses terus dan salam hangat.
DeleteCottage nya lucu amat. Tapi lumayan juga ya harga nginepnya.
ReplyDeleteIya, Mba. Soalnya masih dalam masa pembangunan. Semoga ke depan bisa jauh lebih terjangkau, ya. Terima kasih sudah mampir. Sal hangat.
Delete