Zaman sekarang, semuanya seakan berlomba merebut
hati pelanggan. Mulai dari maraknya feed
Instagram berbayar, hingga menjamurnya toko online.
Yang di sana membagikan kode diskon referral,
yang di situ memberikan lelang harga besar-besaran. Belum lagi potongan harga
gila-gilaan saban hari belanja online
nasional.
Tidak hanya penetrasi iklan dan promosi yang menggunakan
teknologi digital, sistem pembayarannya juga demikian. Uang tunai dan kartu
debit/kredit terasa semakin ketinggalan zaman. Belum habis decak kagum saat membayar
tol pakai uang elektronik, tiba-tiba kini sudah bisa membayar nasi bungkus
lewat QR Code.
Ya. Suka tidak suka, genderang ekonomi
digital kian berbunyi kencang. Perkembangan teknologi informasi yang semakin
canggih, menjadi jalan pembuka munculnya berbagai inovasi di bidang ekonomi.
Tatap muka, seakan tak lagi bermakna. Sebab semuanya kini bisa dilihat,
dipesan, dan dibeli lewat tarian dua ibu jari di layar smartphone saja.
Dunia mengenal era ini dengan sebutan “Revolusi
industri 4.0”. Masa di mana pemanfaatan teknologi otomasi, big data, robot, artificial intelligence,
dan internet of things (IoT),
mengubah tatanan industri di semua lini. Baik proses produksi, manajemen, dan
pemasaran.
Dampak ke sektor ekonominya pun tak pandang
bulu. Mulai dari industri kelas kakap, hingga bisnis kuliner kelas rumahan berebut
masuk pasar digital. Transportasi jadul
semakin ditinggalkan, ojeg daring berubah menjadi kebutuhan harian. Jangankan sektor
komersial, lembaga nirlaba seperti pemerintah saja terus menghadirkan layanan
berbasis internet.
Posisi
Indonesia
Nah, sebagai salah satu negara terbesar di
Asia Tenggara, bagaimana dengan Indonesia? Jika boleh jujur, jawabannya ada
dua. Membanggakan sekaligus mengkhawatirkan.
Bila membaca laporan Google dan Temasek yang
bertajuk e-Conomy SEA 2018, kita
patut berbangga diri. Sebab nilai ekonomi internet kita ternyata paling besar dan tumbuh
paling tinggi dibandingkan dengan negara tetangga yakni Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand, dan Vietnam.
Valuasi ekonomi berbasis internet kita berada
di angka 27 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2018. Jumlah ini
meningkat 49% bila dibandingkan dengan tahun 2015 yang berada di kisaran 8
miliar Dolar AS. Berdasarkan prediksi Google, angka ini akan terus bertambah
hingga mencapai 100 miliar Dolar AS pada tahun 2025.
Namun bila melihat kinerjanya, kita mesti
khawatir. Sebab tingginya penetrasi internet dan ekonomi digital nampaknya
belum dapat memperbaiki defisit neraca berjalan yang terus menghantui.
Terakhir, defisit neraca berjalan masih berada di angka 8,85 miliar Dolar AS
pada triwulan III-2018. Artinya, kita masih asyik mengonsumsi barang impor,
alih-alih menghasilkan produk yang bernilai ekspor.
Kondisi ini tentu harus diubah. Internet harus
digunakan untuk menggerakkan sektor-sektor ekonomi produktif. Lebih baik lagi
apabila teknologi digital dimanfaatkan untuk memasarkan produk lokal ke pasar
global. Seperti cita-cita tagline “Making Indonesia 4.0” yang digagas oleh
Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Untuk mendorong ekspor, sebenarnya Kemenperin
telah memetakan 10 sektor unggulan yang memiliki potensi besar. Mulai dari alas
kaki, pengolahan ikan dan rumput laut, aneka industri, farmasi kosmetik dan
obat-obatan, produk kreatif, barang jadi karet, elektronika, furnitur, makanan
dan minuman, hingga tekstil dan produk tekstil. Namun pertanyaannya, sudahkah
kita memulainya?
Peran
Generasi Milenial
Bila kita memandang dari sisi baiknya, sebenarnya
ada satu keunggulan dari semakin tingginya gairah ekonomi digital. Yaitu, ia
menghadirkan peluang bagi siapa saja yang ingin berkembang. Hanya bermodal ide bisnis
dan kuota internet, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi
wirausahawan digital.
Nah, untuk menggerakkan roda ekonomi digital,
mau tidak mau kita harus bertumpu pada peran generasi milenial. Sebab, masa
depan bangsa bergantung pada generasi muda.
Sembilan puluh juta jiwa milenial Indonesia
merupakan potensi yang sangat besar. Dalam konteks ekonomi digital, sayang
sekali apabila generasi ini hanya menjadi penonton saja. Bila tak ingin
tertinggal, sudah sepantasnya para milenial mengambil peran utama.
Kita beruntung. Tatkala kebutuhan mencetak
wirausahawan digital yang handal semakin besar, kini ada lembaga yang
mendedikasikan dirinya untuk hal itu. Tak perlu repot-repot, cukup belajar di GeTI,
kalian bisa menjadi digital entrepreneur
dalam waktu yang singkat.
Siap
Hadapi Industri 4.0 Bersama GeTI dan Detalase
Global Entrepreneur & Talent Incubator
(GeTI) adalah lembaga pendidikan informal atau inkubator, yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan digital marketing
para wirausahawan. Di GeTI, kalian akan belajar menjadi digital marketer, dengan dukungan infrastruktur seperti barang/produk,
pengetahuan ekspor, hingga membuka jalur pertemuan dengan pembeli internasional.
Ada dua workshop
yang dihadirkan oleh GeTI. Pertama, Hot Incubator Program: Becoming Reseller.
Dalam workshop ini, kalian bisa
belajar memulai usaha tanpa modal dan produk, dengan menjadi reseller. Seluk beluk menjadi reseller akan dikupas hingga tuntas, mulai
dari konsep hingga cara memasarkan produk melalui internet dan media sosial.
Tidak hanya modul pelatihan dan skill
digital, GeTI juga menyediakan channel
jutaan produk dari dalam dan luar negeri yang siap jual. Setelah menempuh
pendidikan, kalian bisa langsung terjun berbisnis tanpa pikir panjang.
Untuk urusan penyediaan produk, salah satu provider yang bekerja sama dengan GeTi
adalah Detalase.
Di Detalase, kalian bisa menemukan ribuan produk yang siap dipasarkan, serta
didukung dengan sistem jasa logistik, metode pembayaran yang aman, dan customer services yang responsif.
Cukup pasarkan di internet dan media sosial,
Detalase akan mengirim barang hingga ke tangan pelanggan, dengan menggunakan
nama toko kalian. Teknik kerjasama pemasaran digital ini dikenal dengan istilah
dropship. Sebuah metode pemasaran yang
kini sedang berkembang pesat karena kemudahan yang ditawarkannya.
Tidak seperti bisnis dropship lainnya, Detalase memiliki delapan keunggulan yang sayang
untuk dilewatkan, sebagaimana ditampilkan dalam gambar berikut.
Nah, bila kalian tertarik memulai bisnis dropship dengan Detalase, caranya pun sederhana.
Cukup dengan lima langkah mudah, kalian sudah bisa menjadi digital entrepreneur yang siap menghasilkan pundi-pundi keuntungan.
Penasaran? Simak gambar di bawah ini.
Workshop kedua yang ditawarkan
GeTI adalah Digital Marketing Specialist. Workshop ini akan memberi kalian pemahaman mendalam dan
pengetahuan tingkat lanjut di bidang digital
marketing. Cocok bagi kalian yang ingin mengembangkan lini bisnis yang
sudah ada agar lebih berkibar.
Sesi pelatihan dalam workshop ini juga disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan kalian
terhadap pemasaran digital. Mulai dari Starter
Class, Mastering Class, hingga Specialist Class. Kalian akan dibekali
seluruh kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh digital marketer, yakni Analytics,
SEO, Design, hingga Content
Creation. Tujuannya satu, agar bisnis kalian mampu berkembang hingga ranah
internasional.
Dalam sebuah konferensi yang saya ikuti belum
lama ini, Academic Fair GeTI Oi Wicaksono menjelaskan bahwa GeTI telah berhasil
mengembangkan beberapa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Produk ikan
yang semula hanya dinikmati pasar lokal, kini berhasil diekspor setelah
mendapat pelatihan dari GeTI. Tentu hal ini patut kita syukuri, karena kegiatan
ini pastinya menambah pundi-pundi devisa bagi perekonomian bangsa.
Mulai
dari Sekarang
Revolusi industri 4.0 bukanlah sebuah masa
yang perlu ditakuti. Sebaliknya, kala ini justru menghadirkan banyak peluang
bagi siapa saja yang ingin berusaha. Tak perlu lagi bersusah payah menawarkan barang
dagangan lewat teriakan, kini internet bisa menjadi corong yang nyaring tanpa
batasan area dan negara.
Agar ekonomi negeri semakin mandiri, generasi
milenial harus menjadi motor produktif, bukan delik konsumtif. Keberadaan GeTI
dan Detalase dalam mencetak wirausahawan digital patut mendapat acungan jempol.
Dengan ilmu digital marketing yang
dipersembahkan, barang lokal kini bisa dipasarkan hingga ke ranah
internasional.
Namun, untuk mencapai itu semua, ada satu
ungkapan berbahasa Inggris yang patut kita renungkan. The way to get started is to quit talking and begin doing. Tak ada hasil
tanpa ikhtiar. Oleh karena itu, yuk, jadi wirausahawan digital mulai dari
sekarang!
***
Artikel ini diikutsertakan dalam Bloggers
Competition yang diselenggarakan oleh GeTI dan C2Live.
10
komentar:
Memerangi Kemiskinan Melalui Digitalisasi Pembayaran Zakat dan Wakaf Uang
Kemiskinan
masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Per Maret 2018, Badan Pusat
Statistik (BPS) melaporkan bahwa masih terdapat 25,95 juta saudara kita yang hidup
di bawah garis kemiskinan. Meski membaik dibandingkan dengan periode
sebelumnya, namun jumlah penduduk miskin Indonesia ternyata masih menempati
peringkat pertama di Asia setelah India (218 juta orang) dan Tiongkok (30 juta
orang).
Salah
satu cara memerangi kemiskinan adalah penyaluran zakat dan wakaf yang tepat sasaran. Dengan
dukungan 220 juta umat muslim, maka potensi zakat dan wakaf di Indonesia sangatlah
besar. Sebab, menunaikan zakat adalah kewajiban bagi umat muslim yang
telah memenuhi syarat. Sedangkan wakaf merupakan salah satu amalan yang
pahalanya tidak akan terputus, meskipun wakif
telah meninggal dunia.
Gairah
umat muslim Indonesia dalam berzakat sangatlah besar. Badan Amil Zakat Nasional
(Baznas) membabarkan bahwa pada medio 2002—2017, dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS)
yang berhasil dikumpulkan telah mencapai Rp6,2 triliun. Rata-rata pertumbuhan per
tahunnya pun sangat menggembirakan, yakni mencapai 38,02%.
Setali
tiga uang, potensi wakaf juga sama besarnya dengan zakat.
Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat jumlah tanah wakaf di Indonesia telah
menyentuh angka 435,77 ribu bidang tanah, dengan luas mencapai 4,36 miliar
meter persegi. Pemanfaatan tanah wakaf pun beragam, mulai dari masjid (43,74%),
musholla (30,13%), sekolah (10,61%), kepentingan sosial lainnya (8,32%), makam
(4,23%), hingga pesantren (2,98%).
Tingginya
minat berwakaf umat muslim didorong oleh semakin bervariasinya pilihan cara
berwakaf. Selain wakaf aset tetap berupa tanah dan bangunan, wakif juga bisa menunaikan wakafnya
dalam bentuk uang—atau yang kita kenal dengan istilah wakaf uang.
Melalui
wakaf
uang, para wakif diperkenankan urun rembug untuk mempercepat
pengumpulan dana wakaf. Sesuai syariat,
wakaf
uang sendiri telah dibolehkan melalui Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
tanggal 11 Mei 2002, yang kemudian dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004.
Besarnya
potensi zakat
dan wakaf
di Indonesia seakan mengonfirmasi laporan Charities Aid Foundation (CAF) yang
baru saja dirilis pada bulan Oktober 2018 kemarin. Lembaga donasi internasional
asal Inggris itu menempatkan Indonesia pada peringkat teratas World Giving Index untuk pertama kalinya
dalam sejarah. Artinya, budaya memberi kita paling kental dibandingkan dengan
145 negara lainnya di dunia.
Melihat
berbagai fakta tersebut, ada satu pertanyaan menggelitik yang tersisa. Jika
budaya memberi kita paling baik di muka bumi, mengapa 9,82% penduduk kita masih
hidup di bawah garis kemiskinan? Ini yang perlu kita pecahkan bersama.
Digitalisasi Layanan Perbankan Syariah
Gairah
berbagi yang sudah terbukti, seyogianya harus seiring sejalan dengan
perkembangan zaman. Jikalau berbagai industri telah memanfaatkan teknologi
digital untuk memperluas jangkauan layanan dan pemasarannya, maka pengumpulan zakat
dan wakaf
uang juga harusnya serupa, agar memaksimalkan ikhtiar menuntaskan kemiskinan di
Indonesia.
Untuk
mencapai itu semua, perbankan syariah sudah sepantasnya menjadi garda terdepan.
Layanan pembayaran zakat dan wakaf uang yang dihadirkan oleh bank syariah,
haruslah benar-benar memudahkan para muzakki
dan wakif dalam berzakat dan
berwakaf. Oleh karena itu, penggunaan digital
platform bukan lagi menjadi pilihan, melainkan sebuah kewajiban.
Salah
satu contoh digital platform pembayaran
zakat
dan wakaf
uang bisa kita temui pada aplikasi e-Salaambesutan
CIMB Niaga
Syariah. Aplikasi yang bisa diunduh melalui Google Play dan App
Store ini memudahkan umat muslim dalam membayar zakat dan wakaf uang hanya dengan sentuhan
jari. Cukup dengan mengisi data diri, maka pengguna bisa membayar zakat
dan wakaf
uang mulai dari Rp10 ribu saja.
Ada
tiga metode pembayaran zakat dan wakaf uang yang dapat dipilih. Bagi nasabah CIMB Niaga Syariah,
maka pembayaran dapat dilakukan melalui rekening ponsel dan CIMB Clicks. Bagi yang
belum menjadi nasabah CIMB Niaga Syariah, maka pembayaran bisa
dilakukan melalui kartu kredit berlogo Visa, MasterCard, atau JCB.
CIMB Niaga Syariah juga telah bekerja sama dengan 12 Lembaga Amil Zakat (LAZ)
dan 7 Lembaga Pengelola Wakaf (LPW) dari seluruh Indonesia. Oleh karenanya,
pilihan wakif dalam berwakaf melalui e-Salaam
sangat beragam, sehingga dapat disesuaikan dengan preferensi masing-masing
pribadi. Mulai dari wakaf produktif, pendidikan, rumah sakit,
pembebasan tanah, masjid, hingga hewan ternak.
Satu
hal lagi yang menjadi keunggulan e-Salaam adalah sistem pencatatan yang
tersusun rapi. Para muzakki dan wakif bisa melihat kembali zakat
dan wakaf
uang yang telah disalurkannya melalui menu history
transaksi. Selain itu, e-Salaam juga menyediakan menu jadwal shalat
dan arah kiblat untuk memudahkan umat muslim dalam menunaikan ibadah shalat.
Dengan
inovasi layanan pembayaran zakat dan wakaf secara digital seperti e-Salaam,
maka angka kemiskinan bisa terus ditekan. Asalkan dikelola dengan baik serta
disalurkan dengan benar dan tepat sasaran, maka bukan tidak mungkin kita akan
sulit menemukan orang miskin di negeri yang kaya ini. Persis seperti negeri
Arab saat masa kepemimpinan Umar bin Khattab dahulu. Semoga. []
***
Artikel
ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Artikel Nasional “Kemudahan Layanan
Zakat dan Wakaf Uang Melalui CIMB Niaga Syariah dan e-Salaam” yang
diselenggarakan oleh FoSSEI, CIMB Niaga Syariah, dan e-Salaam, serta berhasil
meraih Juara 2.
Kemiskinan masih menjadi momok kita bersama. Per Maret
2018, data BPS menunjukkan bahwa masih terdapat 25,95 juta saudara kita yang
hidup di bawah garis kemiskinan. Meski membaik dibandingkan dengan rilis
sebelumnya, namun jumlah penduduk miskin Indonesia ternyata masih menempati
peringkat pertama di Asia setelah India (218 juta orang) dan Tiongkok (25,1
juta orang).
Jika ditilik lebih lanjut, sumber kemiskinan kita bukanlah
berasal dari kota. Sebanyak 61 persen (15,80 juta) penduduk miskin bermukim di
daerah pedesaan. Uniknya, Gini Ratio
di desa malah semakin meningkat sejak dua tahun terakhir. Yakni dari 0,316 pada
September 2016 menjadi 0,324 pada Maret 2018. Artinya, ketimpangan antara warga
kaya dan miskin di desa semakin melebar.
Banyak cara yang dapat ditempuh untuk mengentaskan
kemiskinan di desa, salah satunya dengan zakat. Dengan 220 juta penduduk yang
memeluk agama Islam, maka potensi zakat di Indonesia sejatinya sangatlah besar.
Sebab, menunaikan zakat adalah kewajiban bagi umat muslim yang telah memenuhi
syarat.
Gairah umat muslim Indonesia dalam berzakat sangatlah
besar. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) membabarkan bahwa pada medio 2002—2017,
dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) yang berhasil dikumpulkan telah mencapai
Rp6,2 triliun. Rata-rata pertumbuhan per tahunnya pun sangat menggembirakan,
yakni mencapai 38,02 persen.
Oleh karena itu, distribusi zakat yang benar dan tepat
sasaran menjadi kunci keberhasilan ikhtiar menumpas kemiskinan. Selain untuk
memenuhi kebutuhan pokok, zakat harus disalurkan pula untuk kegiatan produktif.
Secara syariat, hal ini dibolehkan
melalui fatwa yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2
Februari 1982.
Zakat produktif yang disalurkan juga harus mengikuti
perkembangan zaman. Jikalau pengumpulan zakat dari para muzakki saja telah on-line,
maka kita pun harus membina para mustahiq
agar melek teknologi. Supaya usaha rintisan desa yang dibentuk dari zakat bernilai
tambah, laku di pasaran, tidak ketinggalan zaman, dan urun sirna dalam hitungan
bulan. Ingat, untuk menembus pasar milenial, maka mustahiq haruslah bermental digital.
Berkaca dari uraian di atas, maka penulis menyarankan
sebuah program pemberdayaan masyarakat desa berbasis zakat yang dinamakan
dengan “Kampung Digital”. Esai ini akan menguraikan apa dan bagaimana konsep Kampung
Digital tersebut. Harapannya dapat menjadi masukan bagi para Lembaga Amil Zakat
(LAZ) dalam menuntaskan kemiskinan di Indonesia.
Kampung
Digital
Kampung Digital merupakan pemberdayaan warga miskin desa lewat
dana zakat yang berbasis kearifan lokal. Mengapa? Karena setiap desa memiliki
karakteristik masing-masing. Misalnya Pekalongan dengan batiknya, Bali dengan
pariwisatanya, Jogjakarta dengan kulinernya, atau Malang dengan peternakan
sapinya.
Oleh karena itu, ada lima elemen yang wajib ada di
Kampung Digital. Empat elemen bersifat primer, tergantung dari keunggulan yang
dimiliki oleh masing-masing desa, yakni (i) Pertanian/Peternakan; (ii) Kuliner
Lokal; (iii) Karya Kreatif; dan (iv) Pariwisata. Satu elemen sisanya bersifat
pendukung, yakni Pemasaran/Promosi Digital.
Pertama,
pertanian/peternakan.
Dana zakat disalurkan dalam bentuk skema modal usaha. Bisa dalam bentuk uang tunai,
maupun bantuan sarana produksi pertanian (saprotan) atau hewan ternak. Namun
demikian, jenis yang terakhir sebaiknya lebih diutamakan agar para mustahiq berkesempatan untuk berikhtiar
lewat tangannya sendiri.
Kedua,
kuliner lokal. Sama
seperti yang pertama, dana zakat disalurkan dalam bentuk modal usaha. Melalui
kuliner lokal, maka dana zakat diharapkan dapat memberdayakan wanita produktif
yang memiliki keahlian dalam meracik masakan. Produk kuliner lokal juga dapat
memanfaatkan hasil produksi pertanian/peternakan di desa.
Ketiga,
karya kreatif.
Selain digunakan untuk kegiatan produktif, dana zakat juga diberikan bagi warga
miskin yang mempunyai keahlian seni produktif. Misalnya mendesain dan menjahit
pakaian, melukis, menulis buku, dan sebagainya. Pada elemen ini, dana zakat
disalurkan dalam bentuk pelatihan.
Keempat,
pariwisata.
Bila desa memiliki potensi pariwisata, maka hal ini bisa menjadi sasaran dari
program pemberdayaan masyarakat. Wisata alam misalnya. Dana zakat dapat
disalurkan dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana wisata, infrastruktur
penunjang, dan biaya operasional.
Terakhir,
Pemasaran/Promosi Digital.
Elemen ini sejatinya merupakan “nyawa” dari sebuah Kampung Digital. Keempat
elemen yakni, pertanian/peternakan, kuliner lokal, karya kreatif, dan
pariwisata, wajib dipasarkan dengan menggunakan teknologi digital. Bukan lagi
dengan cara yang lama atau jadul.
Agar keempat usaha produktif tadi mampu bernilai tambah dan bersaing di tengah
ketatnya tantangan industri digital. Ini menjadi tugas generasi milenial desa.
Oleh karena itu, dana zakat disalurkan dalam bentuk
pelatihan pemanfaatan perangkat teknologi yang sesuai dengan kebutuhan. Misalnya
teknik fotografi, olah gambar, desain grafis, video kreatif, pembuatan website, hingga blog. Berbagai pelatihan
digital tersebut akan digunakan untuk mempromosikan produk/jasa keempat elemen
sebelumnya.
Sebagai contoh, misalnya pemasaran Sate Buntel (produk
kuliner) di Desa Pucangsawit, Solo. Promosi dilakukan di Instagram dengan foto
ala food photography ciamik.
Ulasannya ditulis di blog, dan live
review-nya ditayangkan melalui channel
YouTube. Menarik, bukan?
Penutup
Kampung Digital bukan hanya sebuah konsep untuk
memberdayakan warga desa. Lebih dari itu, pembentukan Kampung Digital lewat
zakat merupakan jalan keluar bagi warga miskin untuk keluar dari jerat
kemiskinan dengan memanfaatkan teknologi.
Ingat, bukankah Nabi Muhammad SAW pernah memberi kapak
kepada seorang sahabat untuk mencari rezekinya sendiri? Pada era milenial,
kapak itu kini telah berubah bentuk menjadi gawai digital.
***
Esai ini diikutsertakan dalam Lomba
Esai “Inovasi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Zakat di Era Milenial” yang
diselenggarakan oleh Forum Zakat, dan berhasil meraih Juara 1.
Ada sebuah ungkapan dari seorang sahabat yang
saya ingat hingga saat ini. Ia berkata, “Bagi seorang pria, menjadi dewasa
bukanlah sebuah pilihan, melainkan suatu keharusan.” Sekilas memang terdengar
sederhana. Namun bagi saya, pesan tadi sesungguhnya sarat makna.
Satu dekade lalu, tatkala masih disibukkan
dengan tugas akhir kuliah, makna ungkapan tadi memang belum terasa. Saya anggap
itu adalah hal yang biasa-biasa saja. Tak peduli, apalagi sampai harus berpikir
keras untuk memahami.
Namun, ketika lesatan waktu mempertemukan
saya dengan dunia kerja, segalanya berubah. Lambat laun, saya pun semakin tersadar.
Saat gaji dalam genggaman dan kemandirian mulai menjadi tuntutan kehidupan,
ucapan tadi pelan-pelan berubah menjadi sebuah kenyataan.
Sejak dahulu, pria memang identik dengan
simbol kekuatan. Maskulin, lagi berotot. Berkat anugerah tadi, seorang lelaki kemudian
diberi tanggung jawab besar dalam hidupnya: mencari nafkah. Paling tidak, untuk
memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, istri tercinta, dan keluarga. Inilah yang
membedakan antara pria muda dan pria dewasa.
Menyoal tentang kebutuhan, kita pun paham
bahwa ada tiga hal yang menjadi prioritas utama. Bila salah satunya tidak ada,
maka hidup akan terasa ganjil. Tidak genap dan kurang lengkap.
Tapi, jangan buru-buru menerka. Bisa-bisa
kalian salah sangka. Bukan. Tiga ihwal tadi bukanlah harta, tahta, dan wanita.
Melainkan sandang, pangan, dan papan.
Bila kedewasaan seorang pria diukur dari kemampuannya
dalam memenuhi tiga soal tadi, maka saya pun termasuk golongan pria yang belum
dewasa. Atau lebih tepatnya, masih menuju dewasa. Sandang melimpah, pangan pun
tercukupi. Tinggal satu hal lagi yang belum saya hadirkan untuk istri tercinta,
yaitu papan.
Memang benar, sejak menikah tiga tahun yang
lalu, kami sudah hidup mandiri. Tidak lagi mengandalkan rumah orangtua atau
mertua untuk tidur berdua. Selama tiga tahun bertugas di luar daerah, kami
menempati rumah dinas yang difasilitasi kantor. Sekarang, saat kembali bertugas
di Jakarta, kami juga cukup bahagia tinggal di apartemen sewa.
Akan tetapi, seindah-indahnya tinggal di
hunian sementara, tak ada yang lebih indah dari tinggal di rumah sendiri. Seperti
kata pepatah, “home sweet home”. Tak
bisa dipungkiri, memiliki rumah adalah impian setiap insan. Begitu pula dengan
kami yang mendambakan hunian pribadi yang asri dan nyaman.
Kriteria
Memilih Hunian
Memilih hunian atau properti pribadi, tentu
tidak sembarangan. Banyak kriteria yang mesti dipertimbangkan. Jikalau salah
memilih, alih-alih menyenangkan, angan-angan memiliki rumah impian malah bisa
jadi berantakan. Kita tidak ingin begitu, bukan?
Nah, dikutip dari survei bertajuk Property Affordability Sentiment Index 2016
yang dilakukan oleh Rumah.com dan Institute
Research of Singapore, disebutkan bahwa faktor lokasi merupakan hal
terpenting dalam memilih rumah di Indonesia. Minat pencari properti akan
semakin tinggi tatkala lokasi rumah dekat dengan berbagai kebutuhan penghuni. Misalnya
kantor, tempat usaha, atau pusat kota.
Faktor lingkungan selanjutnya menempati
posisi kedua setelah lokasi. Tentu faktor ini juga tak kalah penting. Sebab, pastilah
kita ingin tinggal di hunian dengan lingkungan yang aman, asri, damai, dan
tenteram.
Faktor akses transportasi publik menempati
posisi selanjutnya. Artinya, semakin banyak pilihan akses menuju lokasi hunian,
maka semakin diminati pula suatu hunian oleh kebanyakan orang.
Selain ketiga hal tadi, ada tujuh faktor
lainnya yang menjadi pertimbangan utama dalam memilih rumah. Secara
berturut-turut, yaitu infrastruktur dan fasilitas sekitar, harga, luas
bangunan, desain dan konstruksi, fasilitas dalam lingkungan properti, rencana
pengembangan area, serta kesiapan untuk ditempati.
Kalau kalian bagaimana? Setuju dengan
faktor-faktor di atas?
Sayangnya, tidak semua properti yang
disediakan oleh pengembang memenuhi semua kriteria tersebut. Ada yang harganya
murah, namun lokasinya kerap kebanjiran. Tatkala dekat dengan pusat kota,
keasrian lingkungan yang menjadi taruhan. Sebaliknya, ada yang asri dan berseri,
namun jauh dari sarana pendidikan.
Benarkah demikian? Tentu tidak sepenuhnya
benar. Kita patut berbahagia, karena ternyata ada satu lokasi hunian yang
memenuhi faktor itu semua. Mulai dari yang pertama hingga yang kesepuluh,
semuanya ada. Lengkap tanpa cela, komplet tanpa sisa.
Tak percaya? Kalau begitu, coba saja
berkunjung ke Kota Deltamas.
Sekilas
Tentang Kota Deltamas
Bagi kalian yang tinggal di Jakarta, Bekasi,
dan sekitarnya, pasti sudah tidak asing dengan Kota Deltamas. Saat kalian berkendara
melewati jalan tol Jakarta—Cikampek, tepat di kilometer 37, kalian akan menemui
papan nama berwarna merah bertuliskan “Kota Deltamas”, lengkap dengan icon berlambang delta (huruf d) berwarna
emas.
Kawasan yang dikembangkan oleh PT Puradelta
Lestari Tbk (DMAS) dan PT Pembangunan Deltamas ini, merupakan sebuah kota
mandiri yang terintegrasi antara hunian, komersial, dan industri bertaraf
internasional. Berdiri tegak di atas lahan seluas 3.200 hektar, Kota Deltamas
tidak hanya menyediakan hunian, tetapi juga pusat bisnis, perkantoran, dan
kawasan industri.
Berbagai sarana dan infrastruktur penunjang
juga turut menjadi perhatian manajemen Kota Deltamas. Mulai dari pengelolaan
air bersih dan limbah, pasokan listrik premium, gas, hingga jaringan
telekomunikasi dan serat optik. Di sisi lain, berbagai fasilitas juga dibangun,
yakni sentra pendidikan, hotel, apartemen sewa, pusat olahraga, tempat ibadah,
dan rekreasi.
Pengembangan Kota Deltamas sendiri telah dilakukan
sejak tahun 1993, dan merupakan joint
venture antara Sinar Mas Land dengan Sojitz Corporation. Kita pun sudah
paham, bahwa Sinar Mas Land merupakan salah satu pengembang properti terkemuka
di Indonesia dan Asia yang sudah tidak diragukan lagi kapabilitas dan rekam
jejaknya. Sebagai salah satu buktinya, saham Sinar Mas Land telah melantai di
Bursa Efek Singapura (SGX).
Sementara itu, Sojitz Corporation merupakan
perusahaan konglomerat asal Jepang dengan jaringan bisnis yang beroperasi di lebih
50 negara. Hingga saat ini, Sojitz Corporation tercatat memiliki lebih dari 500
perusahaan dan sahamnya mewarnai aktivitas perdagangan di Bursa Efek Tokyo
(TSE).
Pengelolaan dan manajemen pengembangan
properti yang dilakukan oleh Kota Deltamas juga patut diacungi jempol.
Buktinya, Kota Deltamas memiliki berbagai sertifikat internasional di bidang
integrasi manajemen QSHE, yaitu ISO 900, ISO 1400, dan OHSAS 18001.
Berkunjung
ke Kota Deltamas
Ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak
sayang. Kurang afdol rasanya bila mengulas tentang Kota Deltamas tanpa
mengunjunginya langsung. Oleh karena itu, beberapa waktu yang lalu saya pun menyambangi
kota terpadu di timur Jakarta ini. Demi mencari hunian pribadi, sekaligus membuktikan
bahwa Kota Deltamas memenuhi seluruh kriteria hasil survei Property Affordability Sentiment Index 2016 yang telah diulas di
atas.
Nah, dari hasil kunjungan tersebut, ada beberapa
keunggulan Kota Deltamas yang kemudian saya catat.
Lokasi Strategis, Akses Dinamis
Kota Deltamas berada tepat di pintu keluar
gerbang tol Cikarang Pusat kilometer 37, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Cikarang
sendiri sudah tidak asing bagi warga ibukota dan sekitarnya. Pembangunan
pabrik, gudang, hunian, dan infrastruktur yang pesat sejak beberapa tahun
terakhir, membuat posisi Cikarang semakin strategis dalam peta ekonomi Jawa
Barat dan Indonesia. Alhasil, kini Cikarang tumbuh menjadi kota yang mandiri.
Kota Deltamas memiliki koneksi langsung
dengan tol Jakarta—Cikampek. Karenanya, waktu tempuh antara Cikarang dan
Jakarta menjadi lebih laju dan mengalir. Akses dari dan ke ibukota semakin
mudah. Bila menggunakan kendaraan roda empat dari Jakarta, Kota Deltamas dapat
ditempuh dalam waktu 1—2 jam saja.
Selain menggunakan kendaraan roda empat, Kota
Deltamas juga dapat ditempuh dengan Commuter
Line dengan rute Jakarta Kota—Cikarang. Dari stasiun Cikarang, kalian dapat
melanjutkan perjalanan dengan angkutan kota dengan nomor rute K35. Waktu yang
ditempuh tatkala menggunakan kereta adalah sekitar 2—3 jam.
Pada masa depan, rencana pembangunan beberapa
infrastruktur nasional semakin menambah pilihan akses ke Kota Deltamas. Ada
rencana pembangunan gerbang tol kilometer 41 yang ditargetkan rampung pada
tahun 2021. Ada pula pembangunan jalur kereta cepat, yang saat ini nampak
sedang dikerjakan di sepanjang jalan tol Jakarta—Cikampek.
Lingkungan yang Sehat dan Berseri
Kota industri, seperti Cikarang, biasanya
identik dengan stigma panas dan polusi. Sehingga, seringkali kita berpikiran
bahwa kota industri adalah kawasan yang tidak layak huni. Akan tetapi, ternyata
stigma tersebut tidak saya temui ketika berjalan-jalan di Kota Deltamas.
Pepohonan besar dan rindang menghiasi
jalan-jalan utama di kawasan Kota Deltamas. Tidak hanya di pinggir jalan, namun
juga di tengah-tengah pembatas jalan. Rerumputan hijau terhampar sejauh mata
memandang. Nampak jelas, bahwa jarak antar ruko dan perumahan diatur dengan
cermat, sehingga menyisakan ruang yang cukup untuk vegetasi dan sirkulasi udara.
Tidak hanya di ruas jalan utama, hijau
pepohonan juga menghiasi pemandangan saya saat memasuki area cluster perumahan. Tepat di depan
rumah-rumah, satu dua pohon tumbuh menjulang. Menghadirkan udara segar dan
oksidasi yang berkualitas. Lebar jalan perumahan juga diatur secara pas. Tidak
berdempet-dempetan. Saat dua mobil bertemu dari arah yang berlawanan, masih
tersisa ruang yang cukup lega, bahkan untuk mobil ketiga sekalipun.
Bukti lainnya dari keseriusan manajemen Kota
Deltamas dalam membangun kawasan yang asri dan ramah lingkungan, adalah
revitalisasi danau Kota Deltamas yang dilakukan sejak tahun 2016. Danau ini
berada tepat di pinggir jalan tol Jakarta—Cikampek. Kini, danau Kota Deltamas
telah berubah menjadi objek wisata asri yang dapat dinikmati oleh penghuninya.
Kota Deltamas juga peduli terhadap kesehatan
penghuni. Hal ini terbukti dari tersedianya jogging
track di beberapa lokasi. Tempat sampah dua jenis—organik dan
anorganik—dapat ditemukan di sepanjang trotoar. Oleh karena itu, tak heran
apabila kawasan ini dianugerahi Adipura kategori peningkatan penataan
lingkungan (best effort) oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selama dua tahun berturut-turut
(2016 dan 2017).
Hunian Modern dengan Harga Terjangkau
Meski dihiasi dengan lingkungan yang asri,
ternyata hunian di Kota Deltamas dijual dengan harga yang sangat terjangkau.
Beberapa waktu lalu, Kota Deltamas meluncurkan cluster perumahan terbarunya, yakni Naraya Park. Unit hunian di
Naraya Park dijual mulai dari Rp390 juta-an atau setara dengan cicilan Rp3
juta-an per bulan.
Gaya yang diusung oleh Naraya Park adalah
modern minimalis. Ditawarkan dengan tiga pilihan tipe bangunan, yakni 30/50,
50/48, dan 56/60. Naraya Park sangat cocok untuk generasi milenial yang baru
menikah atau berkeluarga. Sebab, dengan harga yang terjangkau, cicilan unit
hunian di Naraya Park lebih murah dibandingkan dengan sewa apartemen.
Selain Naraya Park, Kota Deltamas juga
memiliki sederet cluster hunian
lainnya yang tak kalah menarik, yakni Woodchester, Malibu, Bahama, Pasadena, El
Verde, Parthenon, Nice, Catania, Catalonia, dan European Zone. Hingga saat ini
Kota Deltamas telah menyediakan lebih dari 19 cluster perumahan untuk kebutuhan hunian warga Bekasi dan
sekitarnya.
Kawasan Komersial, Bisnis &
Investasi Makin Cuan
Tidak hanya menyediakan hunian dengan harga
terjangkau, Kota Deltamas juga memiliki berbagai kawasan komersial untuk para
pelaku bisnis dan investor. Secara umum, kawasan komersial dibagi menjadi 3
area, yakni Main Boulevard, Artery Boulevard, dan Community.
Pertama, Main
Boulevard. Sesuai namanya, kawasan komersial ini terletak di pusat
keramaian dan aktivitas ekonomi di Kota Deltamas. Dengan kata lain, area ini
memang sengaja dibangun sebagai business
centre di Kota Deltamas.
Salah satu produk komersial yang baru saja
diluncurkan di area ini adalah Diamante. Lokasinya berdekatan dengan Pusat
Pemerintahan Kabupaten Bekasi, sehingga cocok untuk berbagai jenis usaha
seperti perkantoran, bank, makan siap saji, dan restoran.
Kedua, Artery
Boulevard. Kawasan komersial ini berada di ruas jalan utama Kota Deltamas.
Pada umumnya, terletak di depan kawasan hunian. Oleh karena itu, produk
komersial di area ini sangat cocok untuk bisnis yang menyediakan kebutuhan
sehari-hari, seperti minimarket, laundry, bengkel, rumah makan, dan lain-lain.
Terakhir, Community.
Produk komersial di area ini ditujukan untuk bisnis yang menunjang hunian.
Beberapa di antaranya adalah dormitory
(rumah kos) dan boutique shop.
Kawasan Industri yang Ramah
Lingkungan
Seperti di kawasan hunian dan komersial,
kawasan industri di Kota Deltamas juga menerapkan teknologi dan pengelolaan
yang ramah lingkungan, yang bernama Greenland International Industrial Center
(GIIC). Terletak di atas tanah seluas 1.458 Ha, GIIC merupakan kawasan industri
terbesar di Indonesia.
Kawasan ini ditujukan untuk perusahaan yang
ingin mengembangkan maupun memulai investasi. Investor yang datang berinvestasi
di sini, dapat menikmati berbagai kemudahan perizinan. Pasalnya, GIIC sudah
tercatat sebagai Kawasan Investasi Langsung Konstruksi.
Sesuai dengan namanya, berbagai pabrik yang
beroperasi di GIIC telah menerapkan waste
management yang baik, sehingga tidak memiliki dampak yang buruk bagi
lingkungan. Berbagai upaya juga dilakukan oleh manajemen Kota Deltamas untuk
menjaga kelestarian lingkungan, salah satunya dengan menerapkan seleksi yang
ketat terhadap calon investor yang akan beroperasi di GIIC.
Beberapa perusahaan industri terkemuka telah
beroperasi di sini, antara lain Wuling, Suzuki, Astra, Mitsubishi, Hitachi, dan
lain-lain. Selain itu, di GIIC juga menyediakan Kawasan Terpadu Indonesia-China
(KITIC) di atas lahan seluas 200 Ha, untuk berbagai industri dari Negeri Tirai
Bambu yang akan membuka usaha di Indonesia.
Tidak hanya di GIIC, Kota Deltamas juga
memiliki kawasan industri lainnya, yakni Greenland Batavia yang menerapkan
konsep Standard Factory Building
(SFB). Kawasan seluas 150 Ha ini dibangun dalam sistem cluster, dengan dukungan keamanan 24 jam dan pusat makanan di
Sentra Niaga. Pada umumnya, kawasan ini digunakan sebagai pergudangan.
Pusat Pemerintah Kabupaten Bekasi,
Memudahkan Administrasi
Kota Deltamas merupakan Pusat Pemerintahan
Kabupaten Bekasi. Sejak tahun 2004, berbagai unsur pemerintah daerah, yakni Kantor
Bupati, DPRD, Bawasda, Bappeda, Kejaksaan, dan Kepolisian Bekasi, seluruhnya berada
di kawasan berbentuk pentagon di atas lahan seluas 40 Ha.
Berbagai keuntungan dapat dimanfaatkan oleh
penghuni maupun pelaku usaha di Kota Deltamas. Sebab, akses untuk mengurus
berbagai keperluan administrasi menjadi lebih dekat, mudah, dan terpusat.
Fasilitas Penunjang yang Komplet
Untuk menggenapi konsep kota mandiri yang
terintegrasi, berbagai fasilitas penunjang juga turut dihadirkan di Kota
Deltamas. Mulai dari sarana pendidikan, hotel, apartemen, sarana olahraga,
hingga wisata kuliner. Tidak cukup sampai di sana, beberapa fasilitas tambahan
juga akan segera hadir di Kota Deltamas.
1.Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di Kota Deltamas
boleh dibilang sangat lengkap. Mulai dari pendidikan dasar, menengah, hingga
perguruan tinggi. Untuk pendidikan dasar dan menengah, ada Sekolah Pangudi
Luhur, SMK Mitra Industri Ananda, Sekolah Islam Nur Rahman, Sekolah Islam
Terpadu Fajar Hidayah, dan SMU Negeri 2 Cikarang.
Sedangkan untuk perguruan tinggi, ada Kampus Institut
Teknologi dan Sains Bandung (ITSB), yang merupakan buah kerja sama antara Sinar
Mas, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Korean Education Complex—Jakarta
International University (K-Eduplex). Dengan demikian, kita tidak perlu repot
mencari sekolah untuk si buah hati tatkala tinggal di Kota Deltamas, karena
seluruh jenjang pendidikan berkualitas sudah tersedia.
2.Hotel dan Apartemen
Mau ngadainmeeting atau ngobrolin bisnis di Kota Deltamas? Tenang saja, karena di sini
sudah hadir beberapa hotel modern. Ada Le Premier Hotel, Sakura Park, dan
beberapa nama hotel lainnya. Selain itu, ada pula apartemen Sancrest Serviced
yang dapat menjadi alternatif hunian selain perumahan.
3.Sarana Olahraga
Kalian suka olahraga apa? Renang, badminton,
atau futsal? Tenang saja, karena di Kota Deltamas semuanya ada. Bagi yang suka
berenang, mampirlah ke Pasadena Serenade yang lokasinya tepat berada di dalam cluster perumahan Pasadena. Sedangkan
yang ingin cari keringat, kalian bisa menyambangi Deltamas Sport Center yang
lokasinya tepat berada di depan Le Premier Hotel.
4.Wisata Kuliner
Nah, ada kabar baik bagi kalian yang hobi
kulineran. Segala jenis restoran ada di Kota Deltamas. Mulai dari restoran cepat
saji, prime restaurant, maupun
restoran tradisional. Untuk yang suka cepat saji, sudah ada McDonalds yang siap
mengenyangkan perut kalian. Kalian yang gemar fancy dining juga tidak perlu khawatir, karena berbagai restoran
Jepang ternama juga sudah ada di sini.
Namun yang paling khas dari Kota Deltamas
adalah restoran khas sunda. Ya, apa lagi kalau bukan Restoran Alam Sari
Deltamas. Selain bisa menyantap kelezatan gurame bakar, nasi liwet, dan sayur
asem, di sini kalian juga bisa bersantai sambal lesehan di saung tepi sawah.
Lokasinya pun tepat berada di samping danau
Kota Deltamas, sehingga menghadirkan suasana back to nature. Sebuah suasana langka yang tidak akan pernah kalian
temui di kota industri lainnya.
Seorang teman yang bekerja di Cikarang pernah
bilang, tidak lengkap rasanya datang ke Kota Deltamas tanpa mampir ke Restoran
Alam Sari. Setelah datang dan mencoba sendiri, ternyata benar. Ucapan tadi
bukanlah hiperbola semata.
5.Deretan Fasilitas yang Segera Hadir
Segudang fasilitas tambahan juga akan segera
hadir dalam beberapa waktu ke depan. Ada rumah sakit komersial, melengkapi
klinik kesehatan yang sudah ada sebelumnya. Ada pula pusat perbelanjaan yang
akan segera dibuka pada tahun depan, yakni AEON Mall. Berbagai rencana
pengembangan ini menjadikan Kota Deltamas makin lengkap dan memikat. Baik untuk
dihuni maupun kebutuhan berinvestasi.
Melangkah Bebas
Seharian jalan-jalan ke Kota Deltamas
menghadirkan banyak kebahagiaan di hati. Tagline
sebagai kota mandiri yang terintegrasi antara hunian, komersial dan industri
bertaraf internasional, memang benar terbukti. Bahkan sesungguhnya jauh
melampaui ekpektasi. Karena selain memenuhi seluruh kriteria siap huni, Kota
Deltamas juga menjanjikan lingkungan yang sehat dan asri.
Tak terasa, matahari mulai terbenam dan
langit mulai gelap. Sebakul nasi liwet restoran Alam Sari yang saya habiskan
bersama istri, membuat perut terasa kenyang. Kantuk pun mulai menyerang,
menandakan saatnya kembali pulang.
Seraya mengarahkan kemudi ke arah pintu tol
Cikarang Pusat, saya pun mulai melangitkan doa dan harapan. Semoga tahun depan,
satu unit hunian pribadi bisa terbeli dan kaki ini bisa melangkah bebas di tengah
kemandirian Kota Deltamas.
***
Artikel ini diikutsertakan dalam Kota
Deltamas Digital Competition.
Hello, you can call me Nodi. I'm a blogger who also work as an analyst in a state institution. Infographic enthusiast and Nadia Fitri's lover. For business inquiries, please view my contact.
10 komentar: