Menuju Indonesia Emas tahun 2045, generasi muda tidak boleh bermanja-manja. Sebab untuk menjadi bangsa yang maju, Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang unggul—yang hanya bisa dicapai melalui pendidikan dan kesehatan.
~Presiden Joko Widodo
ketika memberi arahan kepada para pelajar SMA di Magelang, Jawa Tengah
(9/4/2018).
***
Sejak dulu kala, generasi
muda adalah tumpuan setiap bangsa. Sebab di pundak pemudalah tersemat berjuta
asa dan masa depan bangsa. Di tangan anak-anak muda, nasib dan takdir sebuah
bangsa ditentukan.
Tatkala pemudanya tumbuh
menjadi manusia dewasa yang intelek, sehat, dan berakhlak mulia, maka jayalah
masa depan bangsanya. Namun ketika pembangunan generasi muda dipandang sebelah
mata, bersiaplah menjadi bangsa yang tertinggal.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia
memiliki sebuah cita-cita akbar. Pada 2045 nanti, Indonesia akan berusia 100
tahun. Usia yang terbilang dewasa dalam konteks kemerdekaan suatu bangsa. Usia
yang, seharusnya, bisa mengantarkan Indonesia pada masa keemasannya.
Cita-cita mulia tersebut
bukanlah sekadar isapan jempol semata. Berbagai lembaga terkemuka dunia telah
memprediksi kemajuan Nusantara dalam beberapa tahun mendatang.
Standard Chartered adalah
salah satunya. Bank multinasional yang bermarkas di London tersebut memproyeksikan
Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 dunia pada 2030. Tepat
berada di belakang Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.
Setali tiga uang, PwC juga
memprediksi hal serupa. Dalam laporan bertajuk The Long View: How Will the Global Economic Order Change by 2050,
kantor audit dan konsultan kelas dunia itu meramalkan Indonesia akan menjadi
motor ekonomi ke-4 dunia.
Hanya saja, untuk menuju ke
sana, bangsa ini tidak boleh berdiam diri. Persis seperti apa yang dikatakan
Presiden Jokowi, generasi muda harus bekerja keras untuk menata diri. Senantiasa
memperkuat kapasitas diri agar tidak tertinggal atau tergilas oleh roda perkembangan
zaman.
Tantangan Kesehatan Milenial pada Era Digital
Saat ini, kita telah
memasuki era digital. Masa ketika hampir semua aktivitas dilakukan dengan menggunakan
teknologi digital. Masa ketika dunia mulai mengenal dan merasakan dampak dari
apa yang disebut dengan revolusi industri 4.0. Internet of Things (IoT), cloud
computing, dan big data adalah
beberapa ciri teknologi yang menyertainya.
Perubahan perilaku dan
lanskap ekonomi akibat digitalisasi sangatlah terasa. Dewasa ini, kita bisa
memenuhi hampir setiap kebutuhan lewat aplikasi di ponsel pintar. Entah itu
pesan makanan, belanja kebutuhan rumah tangga, berinteraksi dengan sesama,
hingga menikmati berbagai sajian hiburan.
Untuk mengukur dampak digitalisasi,
kita bisa meneliti data perkembangan internet dalam negeri. Hootsuite dalam Digital 2019 in Indonesia memaparkan
jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai angka 150 juta pada
Januari 2019. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk, tingkat penetrasi
internet Indonesia telah mencapai 56%.
Dibanding tahun sebelumnya,
jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat 13%. Sementara itu, ponsel
pintar (smartphone) menjadi gawai
yang paling sering digunakan untuk mengakses internet (60%), di samping laptop
atau komputer (22%) dan tablet (8%).
Melihat fakta di atas, kita
patut bersyukur. Pesatnya perkembangan teknologi dan internet turut membawa
keadilan di Bumi Pertiwi. Mengakses informasi kini semudah membalik telapak
tangan. Cukup bermodal kuota data, siapa pun bisa belajar mengenai apa saja.
Namun demikian, segala
kemudahan yang melekat pada era digital bukan berarti tidak memiliki dampak
sampingan. Nyatanya, generasi milenial memiliki kecenderungan untuk mengakses
internet secara berlebihan.
Survei IDN Research
Institute bertajuk Indonesia Millenial
Report 2019 melaporkan 49% generasi milenial Indonesia tergolong pengguna
internet “kelas berat” (heavy user),
lantaran menghabiskan 4—6 jam dalam sehari untuk internetan. Bahkan, sekitar 18,6%
pemuda Indonesia lainnya masuk ke dalam barisan “pencandu internet” (addicted user) karena sudi mengakses
internet lebih dari 7 jam per hari.
Meskipun internet mutlak
diperlukan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan, kecanduan
internet—khususnya pada anak muda—tidak boleh dibiarkan. Sebab ada segudang Penyakit Tidak Menular (PTM) yang mengintai kalangan milenial dari balik
layar gawai digital.
Tiga PTM yang paling umum
menjangkiti kalangan pemuda akibat keranjingan internet ialah gangguan
penglihatan, nyeri punggung, dan obesitas. Bila terus-menerus diabaikan,
ketiganya dapat memicu penyakit yang lebih parah sehingga berpotensi merenggut
masa depan bangsa.
Oleh karena itu, penting
bagi kita untuk mengenali ketiga PTM tersebut secara lebih mendalam. Mari kita
teliti satu per satu.
1. Gangguan Penglihatan
Doni Widyandana, peraih
penghargaan Orbis Medal The European Society of Cataract and Refractive
Surgeons (ECSRS) asal Indonesia, seperti dilansir Kompas (21/10/2017),
menemukan fakta bahwa saat ini sedang terjadi tren Myopia Boom, atau meningkatnya jumlah anak yang mengalami rabun
jauh.
Menurutnya, faktor utama
yang menyebabkan terjadinya Myopia Boom
adalah gaya hidup tidak sehat. Pada era digital, anak cenderung menghabiskan
waktu dengan menonton televisi atau menatap layar ponsel terlalu lama.
Selain itu, kebiasaan
melihat layar terlalu dekat juga mengakibatkan mata menjadi cepat lelah.
Alhasil, kualitas penglihatan pada anak jadi menurun, serta memperbesar risiko
terjadinya rabun jauh. Kalau sudah seperti ini, pemakaian kacamata pun tidak
lagi bisa dihindari.
Bukan hanya rabun jauh, seorang
anak yang terbiasa menatap layar digital secara berlebihan dapat berisiko
menderita mata malas. Lantaran daya tangkap salah satu matanya sudah menurun,
anak cenderung fokus menggunakan sebelah mata lainnya. Lama-kelamaan, mata yang
jarang digunakan secara berangsur-angsur dapat berubah menjadi mata malas.
2. Nyeri Punggung
Masa kanak-kanak dan remaja
adalah masa yang sangat penting bagi pertumbuhan. Sayangnya, kebiasaan generasi
milenial menggunakan gawai secara berlebihan dapat mengganggu kesehatan, salah
satunya adalah nyeri punggung.
Nyeri punggung, atau dalam
dunia medis dikenal dengan nama lumbal
strain, biasanya bermula dari posisi duduk yang salah. Seorang anak yang
bermain gim di ponsel tanpa disertai dengan posisi duduk yang tepat, memiliki
risiko nyeri punggung yang lebih besar.
Apabila kebiasaan tersebut
terus-menerus dilakukan, maka saraf tulang belakang akan terjepit. Rasa sakit
pun lantas menjalar ke bagian tubuh lainnya seperti pinggul dan leher.
Lama-kelamaan, akan terjadi penonjolan ruas tulang belakang atau Herniasi nucleus polposus.
Selain rasa sakit, posisi
duduk yang kurang tepat pada anak atau remaja juga dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan
tulang belakang. Tiga di antaranya adalah lordosis
(tulang bagian bawah tumbuh melengkung ke depan), kifosis (tulang bagian atas condong ke belakang), dan skoliosis (tulang belakang tumbuh bengkok
ke samping).
3. Obesitas
Obesitas atau masalah berat
badan, terjadi karena seringnya mengonsumsi makanan tinggi kalori tanpa
disertai aktivitas fisik yang memadai. Gaya hidup era digital yang serba mudah,
turut memperbesar peluang generasi milenial terkena obesitas.
Faktanya, tingkat obesitas
pada remaja Indonesia meningkat cukup signifikan. Kemenkes dalam Hasil Utama Riskesdas 2018 melaporkan
31% remaja usia di atas 15 tahun mengalami obesitas pada 2018. Proporsi ini
tercatat meningkat bila dibandingkan tahun 2013 yang “hanya” sekitar 26,6%
saja.
Hiburan dan gim yang bisa
diakses lewat gawai digital, semakin membatasi keinginan anak untuk beraktivitas
di luar rumah. Apabila perilaku ini menjadi kebiasaan, maka masalah obesitas
pada generasi milenial pun akan semakin sulit dihindari.
Selain gerak yang terbatas,
penderita obesitas juga berisiko tinggi terkena komplikasi penyakit lainnya.
Penumpukan lemak tubuh dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti
jantung, diabetes, dan hipertensi. Depresi dan gangguan percaya diri juga umum
dijumpai pada penderita obesitas.
Upaya Mengendalikan PTM Lewat GERMAS
Meski tidak menular, ketiga
jenis gangguan kesehatan di atas sesungguhnya dapat mengancam masa depan bangsa
secara perlahan. Para remaja—sosok yang menjadi tumpuan harapan
bangsa—seharusnya memiliki tubuh yang prima. Sebab kita tidak akan bisa
menghadapi segudang tantangan pada era digital kalau badan sering
sakit-sakitan.
Maka, upaya pengendalian penyakit tidak menular
mutlak diperlukan. Gaya hidup sehat, aktif, dan positif, mesti terus
dilantangkan dan dibiasakan. Agar setiap anak bangsa bisa meraih masa depan
dengan cemerlang.
Menyadari bahwa risiko PTM
semakin tinggi dan dapat menyerang siapa saja, termasuk generasi muda, Pemerintah
melalui Kemenkes telah mencanangkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
sejak 2016.
GERMAS merupakan suatu
tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh
seluruh komponen bangsa, dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku
sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
Dengan GERMAS, Pemerintah
berharap masyarakat bisa berperilaku sehat, sehingga produktivitas pun akan
meningkat. Pada akhirnya, angka penderita PTM akan berkurang dan biaya
kesehatan semakin menurun.
Bukti keseriusan Pemerintah
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat melalui GERMAS adalah dikeluarkannya
Instruksi Presiden No.1 Tahun 2017. Beleid ini mewajibkan setiap perangkat
negara seperti Menteri, Lembaga Negara, BPJS Kesehatan, serta Kepala Daerah
untuk turut mendukung GERMAS melalui kewenangannya masing-masing.
Untuk mengenal lebih jauh
tentang GERMAS, silakan simak video yang diambil dari saluran YouTube milik
Kemenkes berikut ini.
Sejak dicanangkan,
sosialisasi GERMAS terus dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Sepanjang
2016, Kemenkes telah melakukan sosialisasi GERMAS di 101 lokasi. Pada 2017,
jumlahnya meningkat menjadi 134 lokasi. Artinya, upaya mengenalkan GERMAS
kepada seluruh lapisan masyarakat memang bukan main-main.
Esensi dari GERMAS adalah membangun
masyarakat sehat lewat paradigma promotif dan preventif. Artinya, pencegahan
selalu menjadi prioritas utama dibandingkan dengan pengobatan. Oleh karena itu,
tiga perilaku GERMAS yang diangkat adalah: (i)
melakukan aktivitas fisik; (ii)
mengonsumsi sayur dan buah; serta (iii)
memeriksa kesehatan secara berkala.
Ketiga perilaku GERMAS sejatinya
tidak membutuhkan banyak biaya. Oleh sebab itu, GERMAS dapat dilakukan oleh
seluruh lapisan masyarakat di setiap daerah di Nusantara. Lewat GERMAS, siapa
pun bisa mengubah kebiasaan atau perilaku tidak sehat menjadi sehat.
Bagi generasi milenial,
GERMAS merupakan solusi gaya hidup sehat yang sangat dibutuhkan dalam upaya mencegah
berbagai PTM, termasuk gangguan penglihatan, nyeri punggung, maupun obesitas.
Oleh karena itu, penting
bagi kita untuk mengenal ketiga perilaku GERMAS dan manfaatnya bagi upaya
pengendalian PTM di kalangan milenial. Sekarang, ayo kita ulas satu demi satu.
1. Melakukan Aktivitas
Fisik
Ada alasan mengapa
aktivitas fisik ditempatkan sebagai perilaku pertama dalam GERMAS. Sebab
aktivitas fisik sejatinya merupakan kegiatan yang paling mudah dan murah untuk
membiasakan pola hidup sehat. Bisa dilakukan di mana dan kapan saja.
Melakukan aktivitas fisik
berarti melakukan gerakan tubuh yang melibatkan otot rangka untuk mengeluarkan
energi. Timbunan lemak akan sangat berbahaya bila terus terperam di dalam
tubuh. Obesitas, nyeri punggung, serta berbagai penyakit PTM lainnya seperti
jantung, hipertensi, dan diabetes adalah buah dari kurangnya melakukan
aktivitas fisik.
Maka, GERMAS mengajak
generasi milenial untuk melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit dalam
sehari. Di sekolah, siswa bisa melakukan berbagai aktivitas fisik seperti
berolahraga secara rutin, melakukan peregangan saat pergantian pelajaran,
bermain saat istirahat, serta banyak berjalan atau naik-turun tangga.
Di rumah, anak bisa turut
membantu orangtua melakukan pekerjaan rumah, seperti mencuci piring, menyapu
halaman, berkebun, atau bermain bersama adik atau kakak. Sedangkan di dalam
perjalanan, anak bisa menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi sekaligus
media berolahraga.
Selain sehat, aktivitas
fisik yang dilakukan secara rutin juga akan memperkuat daya tahan tubuh. Badan tetap
fit dan tidak mudah terserang penyakit. Alhasil, penyakit PTM pun dapat dicegah
sedini mungkin.
2. Mengonsumsi Sayur dan
Buah
Sayur dan buah merupakan
sumber serat, vitamin, mineral, serta berbagai senyawa lain yang sangat penting
bagi kesehatan tubuh. Kebiasaan mengonsumsi sayur dan buah dapat menurunkan
risiko PTM bagi kalangan milenial, seperti obesitas dan gangguan penglihatan.
Serat alami yang dikandung
sayur dan buah dapat memperlancar pencernaan dan mencegah konstipasi. Buang air
besar menjadi teratur, sehingga dapat menjaga berat badan tubuh agar tetap
ideal dan mencegah terjadinya kegemukan.
Kandungan vitamin A dan C
pada sayur dan buah juga dapat meningkatkan kualitas penglihatan mata. Risiko
terjadinya rabun jauh dan mata malas pada anak dapat dikurangi dengan
membiasakan anak untuk makan sayur dan buah.
Namun, perlu disadari bahwa
keberadaan sajian sayur dan buah bagi anak sangat bergantung pada orangtua dan
keluarga. Oleh karena itu, mengajari anak untuk mencintai sayur dan buah sejak
dini menjadi sangat penting dalam rangka mencegah PTM.
Untuk membiasakan anak
makan sayur dan buah, GERMAS mengajak orangtua untuk memanfaatkan sayur dan
buah lokal yang tersedia di pasar tradisional terdekat. Selain murah dan mudah
didapat, memanfaatkan produk lokal juga turut membantu meningkatkan ekonomi
masyarakat.
Agar manfaat mengonsumsi
sayur dan buah semakin optimal, imbangi pula dengan minum air putih yang cukup.
Membatasi makanan yang mengandung gula, garam, dan minyak juga sangat baik bagi
kesehatan tubuh.
3. Memeriksa Kesehatan
Secara Berkala
Tidak semua penyakit
menimbulkan gejala pada awal fasenya. Oleh karena itu, GERMAS mengajak
masyarakat untuk senantiasa memeriksa kesehatan secara berkala. Tujuannya agar
kita dapat mengetahui kondisi kesehatan secara baik dan benar.
Jenis pemeriksaan kesehatan
rutin yang wajib dilakukan meliputi cek darah, kolesterol, dan lingkar perut.
Khusus bagi wanita remaja maupun dewasa, dianjurkan pula melakukan tes IVA
(Inspeksi Visual Asam Cuka) untuk mendeteksi secara dini kanker leher rahim.
Berbagai pemeriksaan
tersebut dapat dilakukan di rumah sakit, puskesmas, atau posbindu (pos
pembinaan terpadu) terdekat.
Bagi generasi milenial,
pemeriksaan kesehatan sangat penting untuk mendeteksi PTM sejak dini. Bila
dilakukan rutin minimal 6 bulan sekali, maka gejala dan gangguan PTM dapat
segera dieliminasi.
Menuju Indonesia Emas Bersama GERMAS
Berbagai tantangan pada era
digital harus dihadapi dengan persiapan yang matang. Selain wawasan, anak
bangsa juga perlu diajari cara menjaga kesehatan. Supaya potensi yang dimiliki bisa
tumbuh subur dan tidak layu sebelum berkembang.
Risiko PTM memang akan
terus menghantui generasi milenial dalam meraih masa depan. Akan tetapi, setiap
elemen bangsa, baik Pemerintah maupun masyarakat, mesti turun tangan
bahu-membahu dalam rangka menekan angka pesakitan. Bila tidak, asa menjadi
bangsa maju yang akan dipertaruhkan.
Dalam 26 tahun mendatang,
Indonesia akan memasuki usia keemasan. Masa yang diprediksi akan membawa
Nusantara menjadi macan dunia. Peluang menuju ke sana tetaplah terbuka.
Namun demikian, mewujudkan
hal tersebut bukanlah seperti menunggu durian runtuh semata. Indonesia Emas
harus dipersiapkan dengan gigih dan diperjuangkan secara gagah.
Di bidang kesehatan, GERMAS
adalah solusi mewujudkan Indonesia Emas. Dengan tiga perilaku GERMAS,
pencegahan PTM seharusnya dapat dilakukan secara lebih optimal. Asalkan,
seperti esensi GERMAS itu sendiri, praktiknya mesti dilakukan secara
bersama-sama dan melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Akhir kata, mari kita
dukung dan aplikasikan GERMAS mulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebab kalau
bukan kita, siapa lagi? [Adhi]
***
Artikel ini diikutsertakan
dalam Kompetisi Media Sosial Kemenkes 2019 kategori Blog bertema Upaya Pengendalian Penyakit Tidak Menular
(PTM) dengan Pendekatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
Gambar yang ditampilkan
dalam artikel diolah terlebih dahulu oleh penulis. Sumber foto yang ditampilkan
dalam artikel ini dicantumkan pada masing-masing gambar. Sedangkan video
bersumber dari saluran YouTube milik Kemenkes RI.
Daftar Referensi
Alodokter. 2018. Penyebab
Obesitas. [daring] (https://www.alodokter.com/obesitas/penyebab, diakses
tanggal 15 Juli 2019).
CNN Indonesia. 2018. Mata
Minus Kian Mengintai Kesehatan Anak di Era Digital. [daring] (https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20181031085818-255-342810/mata-minus-kian-mengintai-kesehatan-anak-di-era-digital,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
CNN Indonesia. 2018. Indonesia
Emas 2045, Jokowi Minta Pemuda Tahan Banting. [daring] (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180409105848-20-289413/indonesia-emas-2045-jokowi-minta-pemuda-tahan-banting,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
Halodoc.com. 2018. Penyebab
3 Kelainan Tulang Belakang. [daring] (https://www.halodoc.com/penyebab-3-kelainan-tulang-belakang,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
Hootsuite. 2019. Digital
2019 in Indonesia, Canada: Hootsuite.
IDN Research Institute.
2019. Indonesia Millenial Report 2019, Jakarta: IDN Research Institute.
Kemenkes. 2016. GERMAS
Wujudkan Indonesia Sehat. [daring] (www.depkes.go.id/article/view/16111500002/germas-wujudkan-indonesia-sehat.html,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
Kemenkes. 2016. Pemerintah
Canangkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). [daring] (http://www.depkes.go.id/article/view/16111600003/pemerintah-canangkan-gerakan-masyarakat-hidup-sehat-germas-.html,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
Kemenkes. 2017. Warta
Kesmas Edisi 01 2017, Jakarta: Kemenkes.
Kemenkes. 2018. Hasil Utama
Riskesdas 2018, Jakarta: Kemenkes.
Kemenkes. 2018. Sosialisasi
Germas Atasi Masalah Kesehatan. [daring] (sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180405/3725458/sosialisasi-germas-atasi-masalah-kesehatan/,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
Kompas.com. 2017. Myopia
Boom, Kenapa Banyak Anak Zaman Sekarang Berkacamata? [daring] (https://sains.kompas.com/read/2017/10/21/150431523/myopia-boom-kenapa-banyak-anak-zaman-sekarang-berkacamata?page=all,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
Kompas.com. 2018. Beragam
Manfaat Diet Sehat dengan Buah dan Sayuran [daring] (https://lifestyle.kompas.com/read/2018/08/27/204208020/beragam-manfaat-diet-sehat-dengan-buah-dan-sayuran?page=all,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
Okezone.com. 2018. Penyebab
Nyeri Tulang Belakang & Kenali Tips Pencegahannya. [daring] (https://lifestyle.okezone.com/read/2018/08/23/481/1940413/penyebab-nyeri-tulang-belakang-kenali-tips-pencegahannya,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
PwC. 2017. The Long View: How
will the global economic order change by 2050?, London: PwC.
Social Investment
Indonesia. 2019. World GDP Forecasts for 2030. [daring] (https://socialinvestment.id/news/2019/01/world-gdp-forecasts-for-2030/,
diakses tanggal 15 Juli 2019).
0 komentar: