Saya bukan guru, tetapi saya gemar berbagi ilmu. Saya bukan pengajar, tetapi saya senang tatkala diminta mengajar. Saya juga bukan pendidik, tetapi saya peduli akan kapabilitas tenaga didik.
Inilah secuil opini, upaya, dan pitawat saya bagi kemajuan pendidikan Indonesia.
***
Setiap peradaban dibangun dari pendidikan.
Kata-kata di atas bukanlah pendapat saya, melainkan buah pikir Andrew Targowski, seorang ilmuwan berdarah Polandia-Amerika. Di kalangan akademisi, ia dikenal luas sebagai pencetus teori peradaban. Menurutnya, faktor utama dalam membangun peradaban yang unggul adalah dengan meletakkan pendidikan pada pondasinya.
Kita boleh percaya, boleh juga tidak. Namanya saja teori, bukan firman Tuhan yang mesti kita imani. Akan tetapi, menilik fakta yang ada, tampaknya kita harus mengakui bahwa apa yang dikatakan Targowski benar adanya. Setidaknya untuk saat ini.
Data CEOWORLD Magazine berbicara, sepuluh besar negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia merupakan negara maju. Inggris menempati peringkat pertama, disusul oleh Amerika Serikat dan Australia. Di bawahnya, berderet negara-negara Eropa Barat macam Belanda, Swedia, Prancis, dan Jerman.
Sajian data di atas menyodorkan seutas benang merah kepada kita. Pendidikan yang berkualitas akan melahirkan peradaban yang maju. Siapa yang serius menata pendidikan, dialah yang akan menciptakan peradaban gemilang.
Lantas, di mana posisi Indonesia?
Masih dari survei yang sama, kualitas pendidikan kita berada di peringkat ke-70 dari total 93 negara. Bukan yang terburuk, tetapi cukup mengkhawatirkan bagi bangsa kita yang bercita-cita masuk ke dalam lima besar ekonomi dunia pada 2045 nanti. Pertanyaan besarnya ialah, akankah harapan itu bakal terwujud?
Bisa ya, bisa juga tidak. Semua bergantung pada apa yang kita lakukan hari ini. Yang jelas, jika kita benar-benar serius ingin menjadi bangsa yang maju, maka memajukan kualitas pendidikan menjadi prasyarat utama yang tidak bisa dinafikan begitu saja.
Menyoal pendidikan di dalam negeri, kita tidak bisa memisahkannya dengan perkembangan zaman. Idealnya, semakin deras arus informasi beredar, semakin cepat pula ilmu pengetahuan termutakhirkan.
Misalnya, begini. Sepuluh tahun lalu, kecerdasan buatan (artificial intelligence) mungkin hanya menjadi diskursus di kalangan ilmuwan dan perekayasa (engineer) semata. Sekarang, kecerdasan buatan telah menjadi salah satu cabang ilmu yang paling banyak dicari pemberi kerja.
Apa sebab? Kemajuan teknologi menjadi kausanya.
Perkembangan teknologi itu ibarat lompatan kuantum (quantum leap). Ada selang waktu hampir 200 tahun di antara penemuan mesin uap (1769) dan penciptaan mesin komputer (1945). Namun, sejak komputer ditemukan, kita hanya perlu waktu 24 tahun saja untuk melahirkan jaringan internet (1969).
Oleh sebab itu, pendidikan bukanlah kitab suci yang selalu benar sepanjang waktu. Justru sebaliknya. Pendidikan yang baik itu bersifat dinamis dan cepat berubah—secepat perubahan zaman dan teknologi itu sendiri.
Apa yang terjadi saat ini menjadi bukti yang tidak bisa kita mungkiri. Pandemi korona memaksa dunia pendidikan berubah dalam sekejap. Aktivitas belajar-mengajar mesti dilakukan dari jarak jauh supaya menekan risiko penularan virus mematikan itu.
Imbasnya, kita semua ikut merasakannya. Dari semula tatap muka, berubah menjadi tatap layar. Dari tadinya papan tulis, berganti menjadi papan kibor. Guru kepayahan, siswa kesulitan. Keduanya sama-sama belajar, bagaimana proses transfer ilmu tetap berjalan meski dibatasi segudang tantangan.
Orang bijak pernah berkata. Siapa yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, dialah yang akan keluar sebagai pemenang.
Ya, adaptasi. Satu kata yang cukup mudah dilafalkan tetapi belum tentu gampang dilakukan.
Mengapa saya sebut tidak gampang? Karena setiap proses beradaptasi memerlukan pengorbanan, keuletan, kegigihan, dan kemauan yang kuat.
Memakai masker, misalnya. Semula merasa risih, lama-lama jadi terbiasa. Sekarang, saya pribadi seperti merasa “telanjang” apabila keluar rumah tanpa menggunakan masker. Sebuah perasaan yang tidak pernah terlintas dalam pikiran sebelum pandemi.
Belajar-mengajar sama saja. Sering tersiar kabar para siswa kesulitan mencerna pelajaran gara-gara merasa terbatasi dengan diberlakukannya program sekolah dari rumah. Di sisi sebaliknya, guru pun mengamini bahwa tingkat kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran jauh menurun, terutama pada masa awal pandemi.
Itulah yang saya maksud dengan “ketidakmudahan beradaptasi”. Tapi ingat! “Tidak mudah” berbeda makna dengan “mustahil”. Alah bisa karena biasa. Jika guru dan siswa sama-sama bersabar melewati proses adaptasi tadi, niscaya pandemi bukan lagi menjadi perintang bagi kemajuan pendidikan bangsa.
Pandemi memang menyusahkan banyak orang, termasuk bagi tenaga pendidik. Itu sudah pasti. Hanya saja, para pengajar tidak boleh berdiam diri meratapi nasib. Kalaulah sudi menengok sisi positifnya, pandemi semestinya kita jadikan momentum untuk beradaptasi dengan teknologi.
Omong-omong soal adaptasi, saya termasuk orang yang merasakan benar bagaimana teknologi mengubah cara mengajar. Beberapa tahun ke belakang, saya kerap diminta mengajar di berbagai kelas kepenulisan. Kebetulan, saya memang hobi menulis. Bagi saya, mengajar ilmu menulis sama asyiknya dengan menulis itu sendiri.
Pihak penyelenggara pun bermacam-macam. Mulai dari kantor sendiri, komunitas menulis, hingga perusahaan rintisan. Sebelum pandemi, hampir seluruh kelas digelar dalam format tatap muka. Sejak Maret kemarin, keadaannya berubah seratus delapan puluh derajat. Kini, semua kelas menulis bergulir di ruang virtual.
Pada awalnya saya merasa aneh. Betapa tidak? Saya tidak bisa melihat dengan jelas raut wajah peserta. Padahal, respons peserta adalah salah satu hal yang paling saya sukai ketika bercuap-cuap di depan orang banyak.
Bukan apa-apa, jika raut wajah peserta mengisyaratkan kebingungan, maka saya bisa segera mengulang materi. Di ranah digital, keistimewaan itu tidak bisa saya dapati. Air muka peserta terbatasi oleh nyala tidaknya fitur kamera dan jumlah slot kamera yang bisa ditampilkan dalam satu layar.
Akan tetapi, berbagai halangan itu mesti saya lalui. Saya mesti beradaptasi dengan cepat, bagaimana bisa berbagi ilmu di ruang maya sebaik dan seefektif ketika bertatap muka. Saya yakin, hal serupa juga menjadi dilema dan tantangan bagi guru atau tenaga pengajar, selama pandemi belum angkat kaki.
Bagi saya, kuncinya ada tiga.
Pertama, bersabar. Jika seseorang dijejali suatu hal yang baru, maka ia perlu bersabar menelan kesalahan atau kekeliruan. Jangan lupa, seseorang harus melakukan hal yang sama berulang-ulang kali sebelum akhirnya menyandang status ahli.
Binaragawan, misalnya. Ia harus mengangkat beban berulang kali sebelum otot-ototnya menjadi kekar. Sama halnya dengan pengajar virtual. Ia mesti melewati banyak jam terbang sebelum bisa mengerti apakah ilmu yang disampaikannya bisa diserap oleh pelajar.
Singkat kata, jangan takut mencoba dan melakukan kesalahan. Karena hanya dari kesalahan-lah, kita bisa paham mana yang dikatakan sebagai kebenaran.
Kedua, belajar mengoperasikan perangkat digital. Seperti disinggung sebelumnya, digitalisasi bukan lagi menjadi opsi. Ia telah berubah menjadi kebutuhan. Sejak pandemi—dan saya yakin kondisi ini akan berlanjut bahkan setelah pandemi angkat kaki—jalannya proses belajar-mengajar akan sangat bergantung pada ketersediaan perangkat digital.
Oleh karenanya, seorang pengajar dituntut cakap mengoperasikan gawai digital. Empat belas tahun lalu, ketika saya masih duduk di bangku S-1, laptop belum menjadi kebutuhan primer. Sekarang, keponakan saya yang berusia 7 tahun sudah diwajibkan memakai laptop untuk belajar dan mengerjakan tugas.
Maka dari itu, seorang pengajar harus lebih pandai mengoperasikan perangkat digital dibanding pelajar. Jika tidak, bagaimana mungkin Sang Pengajar bisa mentransfer ilmunya secara utuh? Ini yang menjadi catatan tersendiri bagi pengajar era digital.
Terakhir, senantiasa menimba ilmu. Idealnya, seorang pendidik harus lebih banyak tahu dibanding yang dididik. Sebaiknya, setiap pengajar harus lebih banyak menguasai ilmu ketimbang pelajar. Itulah prinsip dasar belajar-mengajar.
Jika kita kaitkan prinsip di atas dengan perkembangan teknologi, maka tuntutan bagi seorang pengajar era digital akan lebih berat dibanding era konvensional. Pasalnya, arus informasi datang begitu cepat. Sumber ilmu bukan diperoleh dari diktat lawas semata, tetapi juga dari data-data yang berserakan di jagat maya.
Oleh sebab itu, seorang pengajar dituntut untuk senantiasa mengasah kemampuan. Seorang guru diwajibkan tahu banyak hal, sekalipun itu bukan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang pendidik harus tahu berita terkini, lebih dari apa yang diketahui oleh orang yang dididiknya.
O ya, mengajar itu ada ilmunya, Kawan! Bukan asal mengajar atau berbagi ilmu secara asal-asalan. Di balik kegiatan mengajar, ada seni menyusun materi ajar, memahami situasi yang tengah dialami pelajar, hingga menetapkan tujuan pembelajaran.
Di sinilah pentingnya menguasai pedagogi atau seni mengajar.
Di tengah pandemi, jiwa pedagogi guru bakal diuji. Pasalnya, aktivitas belajar-mengajar jarak jauh bukanlah perkara yang mudah untuk dilakoni. Namun demikian, pandemi sebetulnya juga menghadirkan banyak peluang. Tanpa pergi ke sekolah, guru punya lebih banyak waktu luang untuk mengasah kemampuan.
Pertanyaannya, ke mana dan dengan cara apa guru mengasah keterampilan pedagoginya?
Untungnya, teknologi telah menghadirkan banyak kemudahan. Sekarang, guru bisa meningkatkan kualitas pengajaran tanpa harus keluar rumah dengan mengakses GuruInovatif.id. Dengan kata lain, Guru Belajar Mengajar di GuruInovatif.id.
GuruInovatif.id adalah platform berbasis website yang menyediakan kursus, pelatihan, dan sertifikasi secara daring (online) bagi guru di seluruh Indonesia. Secara singkat, platform yang dibesut oleh HAFECS ini ibarat Tempat Belajar Guru di ranah digital.
GuruInovatif.id menyediakan ratusan video pengajaran dan pembelajaran secara cuma-cuma untuk para guru di seluruh Nusantara. Melalui video tersebut, para pengajar bisa meningkatkan kemampuan pedagogi. Mulai dari level yang paling dasar, hingga ke tingkatan yang paling tinggi.
Lantas, apa saja materi yang tersedia di GuruInovatif.id?
GuruInovatif.id menyediakan tiga jenis kursus daring (online course). Mulai dari Mini Course, Productivity Course, dan Online Certification. Supaya jelas, ayo kita ulas satu per satu.
Sesuai namanya, kursus ini berisi dasar-dasar pedagogi bagi guru. Hingga artikel ini diterbitkan, ada 18 modul yang bisa kita pilih. Ada Cara Mengajar dengan Contextual Learning, Teknik Menggunakan Revised Bloom Taxonomy untuk Melatih Kemampuan Berpikir Kritis Siswa, Kiat Mengajar Efektif di Kelas, dan masih banyak lagi. Silakan teliti lebih lanjut infografis di bawah ini.
Dari sekian banyak kursus yang tersedia, mata saya tertambat pada satu modul bernama Peran Kompetensi Pedagogy & Pentingnya Literasi Abad 21. Pasalnya, pengajar modul yang berdurasi 2 jam itu tidak lain dan tidak bukan adalah Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.Pd.
Sang Profesor yang kini bertugas sebagai Executive Chairman UNESCO Indonesia itu pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan SMA Labschool Jakarta, tempat saya mengenyam pendidikan sewaktu masih remaja. Menonton beliau mengajar, rasanya seperti kembali duduk di bangku SMA.
Meski usianya tidak lagi muda, semangat beliau dalam mengajar tidak pernah redup sedikit pun. Pada kesempatan itu, beliau menggarisbawahi pentingnya kemampuan pedagogi bagi guru dalam memahami, merancang, dan mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki siswa.
Selain itu, beliau juga menekankan tiga aspek kecakapan yang mesti diajarkan guru kepada siswa. Ketiga aspek itu adalah karakter, kompetensi, dan literasi dasar. Aspek inilah yang akan menentukan kesuksesan siswa pada masa depan.
Saya yang bukan guru saja mendapat banyak manfaat dari video tersebut. Betapa tidak? Apa yang diajarkan Sang Profesor adalah prinsip paling dasar dari kegiatan belajar-mengajar, terlepas apa pun bentuknya. Saya bisa menggunakan prinsip tersebut ketika diminta mengajar menulis di kemudian hari.
Kalau saya saja banyak beroleh manfaat, bagaimana dengan para guru? Sudah pasti sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan, kecakapan, dan keahlian mengajarnya.
Productivity Course adalah kursus Pelatihan Guru secara daring yang berisi kiat-kiat mengoperasikan aplikasi, sistem, dan perangkat lunak lainnya yang bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas kegiatan belajar-mengajar. Singkatnya, kursus ini ibarat “tutorial how-to” bagi guru agar proses transfer ilmu dapat berlangsung secara efektif.
Pada kursus ini tersedia 10 pilihan modul. Beberapa di antaranya adalah Rumus-rumus Dasar Pembuatan Excel, Cara Menggunakan Zoom untuk Mengajar, Cara Menggunakan Whatsapp untuk Grup Belajar, dan Tutorial Membuat Absensi Online. Silakan telusuri lebih lanjut lewat infografis berikut.
Di antara semuanya, modul yang paling menarik di mata saya adalah Cara Menerbitkan Sertifikat Online Secara Otomatis.
Mengapa saya katakan demikian? Sederhana saja. Karena saya bekerja di lembaga negara yang gemar menyelenggarakan seminar ekonomi dan keuangan. Pada praktiknya, saya sering diminta mengurusi penerbitan sertifikat untuk para peserta seminar.
Nah, ilmu yang saya dapatkan dari modul di atas tentu sangat berguna untuk menunjang pekerjaan dan karier saya. Lagi pula, siapa juga yang tidak terbantu dengan fitur penerbitan sertifikat elektronik secara otomatis. Tentu ini akan meringankan beban kerja saya ketika didapuk jadi panitia seminar.
Manfaat yang sama juga bisa dirasakan oleh para guru. Beragam tip dan trik yang disediakan GuruInovatif.id bisa meringankan beban kerja guru ketika mengajar. Lebih dari itu, sudah tentu alur proses belajar mengajar menjadi efektif dan terasa lebih profesional.
Dari namanya saja kalian sudah bisa menerka. Online Certification adalah kursus yang berkaitan dengan program Sertifikasi Guru. Pada kursus ini, guru bisa mendalami materi ajar sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Singkat kata, kursus ini hadir untuk membentuk pribadi guru yang berilmu, atau Teaching Mastery Framework.
Tersedia 15 modul pada kursus ini. Ada beragam Pedagogical Content Knowledge (PCK), yakni modul untuk memudahkan cara guru mengajar dan menumbuhkan semangat berinovasi dalam mengajar di kelas, mulai dari tingkat TK, SD, SMP, atau SMA.
Ada pula berbagai modul tentang Higher Order Thinking Skill (HOTS), yaitu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang tidak hanya memerlukan kemampuan mengingat, memahami, atau menerapkan saja; tetapi juga membutuhkan proses menganalisis, mengevaluasi, serta menciptakan. Keterampilan ini sangat dibutuhkan bagi kita yang hidup pada abad ke-21, termasuk kalangan guru.
Supaya lebih paham tentang PCK dan HOTS, silakan simak infografis berikut ini.
Lalu, mengapa sertifikasi penting bagi guru? Paling tidak ada dua alasan yang melatarinya.
Pertama, bukti guru menguasai sebuah materi atau pelajaran yang diampu. Di dalam program sertifikasi, guru diminta mendalami bidang ilmu tertentu. Dengan itu, guru akan belajar banyak tentang seluk-beluk ilmu yang disertifikasi.
Nah, pada akhirnya, melalui guru yang berilmu, terciptalah pendidikan yang bermutu. Lewat guru yang berilmu, siswa dengan mudah menyerap ilmu. Inilah yang dibutuhkan bangsa ini apabila ingin maju.
Kedua, menunjang karier seorang guru. Seseorang yang ingin kariernya berkembang mesti tahu banyak hal, termasuk guru. Guru yang kemampuan pedagoginya baik, ilmunya banyak, dan cara mengajarnya apik; akan mudah mengajukan kenaikan pangkat. Itu sudah hukum alam sejak bumi diciptakan.
Di sinilah pentingnya program sertifikasi guru. Lewat program ini, guru bisa meningkatkan kemampuan, kapabilitas, dan keahlian dalam mengajar bidang ilmu tertentu. Singkat kata, kehadiran kursus Online Certification di GuruInovatif.id menempatkan derajat Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ini ke tingkat yang lebih tinggi.
O ya, satu lagi. Sebagai bukti bahwa kita telah menyelesaikan modul pelatihan di GuruInovatif.id, apa pun jenis kursusnya, kita bisa meminta administrator (admin) HAFECS untuk menerbitkan sertifikat elektronik. Caranya, klik saja pada menu yang tersedia di modul yang sudah kalian tuntaskan.
Nanti kalian akan terhubung dengan obrolan (chat) pada aplikasi WhatsApp. Segera sampaikan data diri dan modul yang telah kalian selesaikan, admin HAFECS akan menyampaikan sertifikat elektronik ke alamat surel terdaftar.
Sebelum saya tutup artikel ini, izinkan saya mengurai satu pitawat.
Kawan, pendidikan adalah prasyarat utama kemajuan suatu bangsa. Tanpa kehadiran pendidikan, mustahil kita bisa membangun peradaban yang maju dan bermartabat.
Oleh karenanya, memuliakan guru tidak hanya dilakukan dengan cara menghormatinya, tetapi juga menyediakan ruang baginya untuk terus belajar dan mengasah kemampuan.
Kehadiran GuruInovatif.id di kancah pendidikan digital Indonesia memberi peluang kepada kita semua, termasuk guru, untuk terus mengasah ilmu. Lewat berbagai kursus yang disediakan, tenaga pendidik bisa dengan mudah memperoleh ilmu kapan pun dan di mana pun dia suka. Cukup bermodal perangkat digital, akses ilmu bermutu bisa dikenyam.
Karena sejatinya, kapabilitas gurulah yang menjadi titik tumpu kemajuan pendidikan suatu bangsa. Jangan lupa, pendidikan yang bermutu hanya lahir dari rahim guru yang berilmu. Maka dari itu, selamat menempa diri dan menuntut ilmu, wahai pahlawanku. [Adhi]
***
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog yang diselenggarakan HAFECS dan GuruInovatif.id. Foto bersumber dari koleksi pribadi penulis dan situs GuruInovatif.id. Video bersumber dari akun YouTube milik HAFECS. Sedangkan olah grafis dilakukan secara mandiri oleh penulis.
Hello, you can call me Nodi. I'm a blogger who also work as an analyst in a state institution. Infographic enthusiast and Nadia Fitri's lover. For business inquiries, please view my contact.
0 komentar: